Muhammadiyah senantiasa memberikan sikap khas terkait permasalahan yang menerpa bangsa Indonesia sesuai dengan Manhaj atau pikiran dasar Muhammadiyah yang diinspirasi pendirinya KH Ahmad Dahlan. Untuk itu di tengah arus lalu lintas pemikiran dan aksi yang ada saat ini, Warga persyarikatan Muhammadiyah dihimbau untuk memahami kembali apa yang menjadi Manhaj Muhammadiyah agar tidak salah kaprah.
“Mari kita merefresh pemahaman tentang Manhaj atau pikiran-pikiran dasar Muhammadiyah. Kita perlu meneguhkan kembali hal tersebut dalam konteks kekinian. Lebih jauh tujuannya yaitu konsolidasi pergerakan Muhammadiyah saat ini dan yang akan datang,”ungkap Ketua umum PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir, M.Si saat memberikan pidato iftitah pada Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah pada Kamis sore (1/6) di Ruang Sidang AR Fachruddin B lt.5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Lebih lanjut Haedar menjelaskan Manhaj Muhammadiyah berasal dari pemikiran dasar dari KH Ahmad Dahlan. “Dalam konteks Muhammadiyah, Manhaj punya banyak segmen yang menjadi titik masuk dalam memahami pikiran-pikran dasar. Segmen pemikiran berasal dari KH Ahmad Dahlan yang menjadi sumber inspirasi pemikiran dasar Muhammadiyah. Dari situ kita menjadi tahu kalau KH Ahmad Dahlan sangat menghargai akal pikiran,”lanjutnya.
KH Ahmad Dahlan bahkan disebutkan oleh pemikir Islam Mukti Ali bahwa telah melahirkan pranata modern yaitu pengembangan pendidikan, gerakan sosial yang terinspirasi dari Al Ma’un dan pergerakan perempuan yaitu Aisyiyah. “Soal pengembangan pendidikan mungkin langkah yang diambil mirip dengan Muhammad Abduh, namun poin kedua dan ketiga (gerakan sosial dan gerakan perempuan) menjadi pembeda Muhammadiyah dari gerakan pembaharuan Islam yang lain. Muhammadiyah menjadi gerakan pembaharuan baru yang belum ada dari sebelumnya,” jelas Haedar.
Dalam penutupnya, Haedar mengibaratkan pemikiran KH Ahmad Dahlan adalah pemikiran yang melompat dalam gerakan pembaharuan Islam. Beliau menginginkan Muhammadiyah tetap sebagai pengemban dakwah. “KH Ahmad Dahlan punya pemikiran yang melompat atau kuantum. Saat tahun 1918, Muhammadiyah diajak untuk dibuat menjadi partai politik oleh Agus Salim dari Serikat Islam. Namun KH Ahmad Dahlan dengan tegas menolaknya karena ingin Muhammadiyah tetap mengemban dakwah. Dahlan ingin tetap menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bercorak organisasi kemasyarakatan,”ungkapnya.
Selain itu KH Ahmad Dahlan merupakan sosok penyampai dakwah yang tegas namun tetap tenang ketika diajak berdialog. “Saat tahun 1922, Muhammadiyah diundang untuk menghadiri Kongres Al Islam di Cirebon. Muhammadiyah mendapat serangan dari masyarakat ortodok kala itu yang menganggap membawa perubahan yang tidak sesuai. KH Ahmad Dahlan dengan tenang menjawab bahwa Banyak umat Islam yang menjunjung tafsir ulama tanpa berpedoman kepada Al-Qur’an secara langsung. Muhammadiyah ingin meluruskan itu,”pungkas Haedar. (bagas)