Pada abad 21, diperkirakan sekitar satu milyar orang meninggal akibat epidemik tembakau, termasuk adanya penurunan kualitas hidup pada usia tua jika telah terbiasa merokok pada usia muda. Oleh karenanya, menghentikan kebiasaan merokok merupakan alternatif terbaik dan termurah dalam mencegah munculnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh penggunaan tembakau.
Demikian disampaikan dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK –UMY), dr. Agus Widyatmoko, Sp.PD., dalam training konseling berhenti merokok, Selasa (29/3) siang di Asri Medical Center (AMC). Training yang diadakan hingga Rabu (30/3) ini diselenggarakan oleh FKIK – UMY dan bekerjasama dengan AMC yang telah membuka klinik berhenti merokok untuk memberikan konsultasi bagi perokok aktif yang berkeinginan untuk berhenti merokok.
Menurutnya, terjadi penurunan kualitas hidup secara tajam di usia tua ketika perokok telah memulai aktivitas merokoknya pada usia muda. Pada abad 20, epidemik tembakau telah membunuh 100 juta manusia di seluruh dunia dan diperkirakan akan mencapai satu milyar orang di abad 21. Penggunaan tembakau, dikatakan Agus, juga menjadi faktor risiko bagi beberapa penyebab kematian di dunia, diantaranya penyakit jantung dan stroke. “Namun penggunaan tembakau merupakan penyebab kematian di dunia yang sebenarnya dapat dicegah,” terang Agus.
Ia mengungkapkan satu orang meninggal setiap enam detik akibat tembakau. Tembakau juga tercatat telah membunuh sepertiga hingga setengah dari jumlah total perokok yang menghisap rokok dalam kurun waktu 15 tahun. “Hari ini, tembakau juga menyebabkan satu dari sepuluh kematian pada orang dewasa di dunia. Jika kondisi ini dibiarkan, maka diperkirakan sekitar 500 juta orang yang hidup hari ini akan meninggal akibat tembakau,” urai Agus.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan jika angka kejadian orang yang meninggal akibat serangan jantung di Indonesia saat ini cenderung meningkat dan hal ini justru terbalik dengan keadaan di Amerika Serikat yang mengalami penurunan. “Di Negara maju, kesadaran orang akan pentingnya menjauhi rokok telah meningkat, termasuk dengan proteksi yang dilakukan pemerintahnya sehingga kematian akibat penggunaan tembakau di Negara maju, misalnya Amerika Serikat, telah menurun hingga 9%. Namun, di Negara berkembang, kematian akibat tembakau justru meningkat hingga dua kali lipat, dari 3,4 juta jiwa orang menjadi 6,8 juta orang,” paparnya.
Data yang dirilis World Health Organization (WHO) pada 2008 juga menunjukkan jika penyakit kardiovaskuler atau jantung telah menyebabkan 26,8 juta pria dan 31,5 juta perempuan meninggal dunia. “Di Negara berkembang, penyakit jantung iskemik menjadi penyebab kematian kedua dengan 9,4%, sementara penyakit serebrovaskuler atau lebih dikenal dengan stroke menempati peringkat kelima penyebab kematian seseorang dengan 5,65%,” jelas Agus. Sementara itu, perokok pasif mengalami risiko penyakit jantung koroner sebanyak 25% – 30% jika terpapar dengan asap rokok.
Dengan melihat kenyataan tersebut, Agus mengatakan tanpa kesadaran dari masyarakat untuk berkomitmen dalam menjauhkan diri dari tembakau, maka aktivitas merokok akan menyumbangkan 10% dari kematian global. “Oleh karenanya, menghentikan merokok merupakan alternatif terbaik dan termurah daripada mengobati penyakit yang disebabkan oleh tembakau,” tandas Agus.