Berita

2015 Negara-Negara ASEAN Bebas Narkoba

International NGO SummitNegara-negara di ASEAN pada tahun 2015 direncanakan akan terbebas dari narkoba. Maraknya jumlah pengguna maupun pengedar narkoba inilah, yang menjadikan negara-negara di ASEAN bersepakat untuk hal itu. Karena sebenarnya, narkoba masih menjadi masalah utama sekaligus menjadi tanggungjawab bersama. Karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan dari berbagai pihak.

Demikian disampaikan Dato Haji Jum’at bin Dato Mohd. Noor, dari PEMADAM Foundation Malaysia, saat menjadi pembicara dalam diskusi di acara International NGO Summit on the Prevention of Drug and Substance Abuse, di ruang sidang AR. Fakhruddin A Kampus terpadu UMY, Rabu (5/2). Menurutnya, untuk mengatasi masalah narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya perlu dimulai dengan kerjasama antar negara-negara ASEAN. Dan keluarga, sekolah, pemerintah, serta masyarakat harus sama-sama memainkan perannya dalam mewujudkan keinginan bersama tersebut.

Dato Jum’at juga menyampaikan bahwa visi menjadi negara yang bebas dari narkoba juga perlu dilakukan oleh beberapa sektor. Karena narkoba itu adalah pembunuh dan musuh utama manusia. Adapun sektor pertama yang harus menjalankan visi tersebut adalah keluarga. Kemudian sekolah, tempat kerja, kelompok-kelompok masyarakat, dan perguruan tinggi. “Jadi ada empat sektor yang pertama harus menjalankan visi ini, kami menyebutnya dengan istilah Drugs Free Family, Drugs Free School, Drugs Free Workplace, Drugs Free Communities, dan Drugs Free Universities and Collage,” ujarnya.

Adapun pencegahan narkoba melalui sekolah (drugs free school) bisa dilakukan dengan cara memberikan pendidikan mengenai bahayanya drugs ini kepada murid, dan memasukkannya sebagai kurikulum sekolah. “Guru harus mengetahui apa saja bahaya dari penggunaan narkoba ini. Kemudian juga dengan memberikan pendidikan pencegahan penggunaan narkoba. Dan yang terpenting lagi adalah kerjasama antara orang tua dengan sekolah. Orang tua dan sekolah harus bekerjasama memberikan pendidikan kepada anak untuk mencegah penggunaan drugs dan obat-obatan berbahaya lainnya,” paparnya lagi.

Hal senada juga disampaikan Dr. Mintarsih A. Latief, ketua BERSAMA Indonesia, sebuah organisasi yang mengkoordinir lembaga swadaya masyarakat di seluruh Indonesia yang bergerak dalam bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Menurut Mintarsih, masalah narkoba juga merupakan masalah yang timbul karena kepribadian dan perilaku masyarakat. Karena itu, dibutuhkan upaya pendidikan yang bisa mengarahkan mereka untuk meninggalkan obat berbahaya tersebut.

“Orang tua dan sekolah harus memberikan pendidikan yang baik bagi mereka. Orang tua bisa menjadi model bagi anak, mendidik anak untuk bisa bersahabat dan berkomunikasi baik dengan mereka. Sehingga, kalau anak punya masalah bisa langsung bercerita pada orang tuanya, bukan pada temannya. Dan sekolah juga mestinya memberikan pendidikan personal bagi anak didiknya, sehingga sekalipun ada anak yang prestasi akademiknya kurang tetap bisa mempunyai kepercayaan bahwa dirinya bernilai dan bermanfaat bagi orang lain,” paparnya.

Sementara itu, menurut Dra. Mayda Wardiyanti, staff rehabilitasi koban NAPZA di Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial korban NAPZA Departemen Sosial, pengguna narkoba tidak hanya berkaitan dengan masalah hukum, tetapi juga perilaku. Karena itu, para korban NAPZA itu perlu direhabilitasi untuk memulihkan perilaku mereka. “Rehabilitasi sosial ini juga bertujuan untuk mengembalikan fungsi mereka pada masyarakat, dan membuat mereka mandiri. Kemudian juga mengarahkan mereka untuk mengubah perilakunya,” ujarnya.

Mayda juga menyampaikan bahwa dalam rehabilitasi sosial itu ada empat pilar yang dijunjung untuk menanggulangi masalah narkoba, yaitu pencegahan, rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tindak lanjut dari rehabilitasi, dan kelembagaan. “Tindak lanjut di sini dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan dari para korban NAPZA setelah direhabilitasi. Bagi yang sudah mengikuti program rehabilitasi tapi masih belum diterima oleh keluaga, maka kami memfasilitasi mereka dengan workshop dan pelatihan kewirausahaan. Bagi yang sudah pulih dan bisa menjalankan usahanya, kami berikan modal 10 juta bagi tiap orang agar bisa mengembangkan usahanya. Dan pada tahun 2013 kemarin, kami memberikan modal itu pada 150 orang,” paparnya.

Karena itu juga, lanjut Mayda lagi, upaya untuk menanggulangi narkoba ini memang dibutuhkan kerjasama dari banyak pihak. “Upaya melalui rehabilitasi saja memang belum cukup, jika ingin memberantas narkoba ini. Karena itu, kita juga membutuhkan banyak stakeholderuntuk menanggulangi masalah ini,” pungkasnya. (sakinah)