25 Tahun sudah sistem perbankan syari’ah berjalan di Indonesia. Namun, bukan jaminan usia seperempat abad tersebut mampu menjadikan bangsa Indonesia menganut sepenuhnya sistem syari’ah. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan market share Industri Perbankan Syari’ah saat ini masih mencapai angka 5,57 persen. Ini menunjukan bahwa perbankan syariah masih harus berjuang demi mencapai angka yang lebih tinggi dan sistem yang lebih baik.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof. Dr. H Syamsul Anwar, M.A, dalam Seminar Nasional Bertajuk “Refleksi 25 Tahun Perbankan Syariah di Indonesia, Peluang dan Tantangan”. Acara ini diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dan bertempat di Gedung K.H Ibrahim UMY, Rabu (6/12).
Menurut Prof. Syamsul Perbankan Syari’ah yang sudah 25 tahun beroperasi di Indonesia masih perlu terus berjuang. “Berdiri semenjak Mei 1992 perbankan syariah di Indonesia masih harus terus berjuang karena hingga saat ini market share perbankan syariah di Indonesia masih belum bisa mencapai 10%,” tuturnya.
Prof. Syamsul juga menjelaskan bahwa ada 4 pilar utama yang mendukung perbankan syari’ah. Pertama, Bankir Perbankan Syari’ah, karena merekalah yang bertindak sebagai pelaku utama. Kedua, kelompok akademisi yang melakukan penelitian akademik, sehingga bisa memberikan sumbangan ilmu pengetahuan guna memecahkan masalah yang terjadi dan memprediksi langkah selanjutnya. “Pilar yang ketiga adalah masyarakat, karena masyarakat merupakan mitra dari perbankan syariah. Serta salah satu permasalahan saat ini yaitu pemahaman masyarakat mengenai perbankan syariah masih minim,” jelasnya.
Akibatnya, lanjut Prof. Syamsul, minimnya pengetahuan masyarakat tentang perbankan syari’ah menyebabkan perginya 70 persen nasabah dari suatu lembaga perbankan di Yogyakarta yang menggunakan sistem syari’ah murni. “Sehingga timbul pertanyaan, bagaimanakah usaha yang tepat untuk dilakukan oleh lembaga perbankan syariah demi memahamkan masyarakat tentang sistem perbankan syariah. Karena begitu banyaknya tugas yang perlu dilakukan oleh perbankan syariah maka dari itu perbankan perlu menjalin kerjasama dengan Institusi, Organisasi, dan Majelis Sosial Kemasyarakatan untuk mengedukasi masyarakat, sehingga timbul pemahaman masyarakat sebagai target nasabah, dan hal itulah yang merupakan pilar keempat untuk mendukung keberadaan perbankan syari’ah,” imbuh pakar hukum syari’ah itu lagi.
Sementara itu, menurut Rektor UMY, Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, MP masih banyaknya sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan oleh perbankan syari’ah selama 25 tahun ini juga menunjukkan bahwa pengetahun masyarakat tentangnya masih minim. Selain itu menurutnya, masih banyak pula institusi Islam yang rupanya belum memanfaatkan sistem perbankan syari’ah dengan maksimal. Hal itulah yang menurutnya perlu dicarikan solusinya.
“Karena itu, kami berharap setelah 25 tahun ini kita tidak hanya berbicara masalah komparasi antara bank konvensional dan bank syari’ah, namun lebih kepada subtitusi (pergantian) sistem perbankan yang kapital dengan perbankan syari’ah, sehingga menjadi sistem yang berkeadilan. Karena tantangan yang harus dihadapai perbankan syariah adalah bagaimana konsep perbankan syariah bisa memanusiakan pengguna. Selain itu sistem perbankan syariah bisa menjadi alternatif pengganti sistem konvensional karena sistem konvensional ditengarai rapuh pada kondisi tertentu dan bagaimana kemudian aplikasi perbankan syariah bisa lebih berkeadilan,” imbuhnya. (zaki)