New Zealand merupakan sebuah negara yang berjarak sekitar 7550 kilometers dari Indonesia. Namun, jarak tersebut bukan menjadi sebuah alasan untuk memperkokoh hubungan negara antara Indonesia dengan New Zealand. Apalagi kerjasama tersebut telah terjalin selama hampir 60 tahun lamanya.
Hal itulah yang disampaikan oleh HE Dr. Trevor Matheson, Ambasador New Zealand untuk Indonesia dalam kegiatan Public Lecture bertajuk “Friends for Good, Strengthening Cooperation between New Zealand and Indonesia”. Kuliah umum tersebut dilaksanakan di Ruang Sidang Pascasarjana, Gedung Kasman Singodimedjo Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Kamis (30/11).
Dr. Trevor juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2018 mendatang, hubungan bilateral Indonesia dengan New Zealand akan genap memasuki umur 60 tahun. Hubungan Indonesia – New Zealand ini juga telah terjalin sejak tahun 1958. “Selaku dua negara demokrasi, Indonesia dan New Zealand memiliki hubungan yang kokoh selama hampir 60 tahun. Untuk mempertahankan hubungan 60 tahun kedepannya maka hubungan yang diperlukan tidak hanya antar negara tapi juga harus dilakukan hingga tahap antar individu,” tambah Dr. Trevor.
Menurut Dr. Trevor, sejarah hubungan diplomatik Indonesia dan New Zealand telah dimulai sejak akhir tahun 1950-an pada bidang pendidikan, yaitu dengan dilaksanakannya pendidikan bahasa Inggris bagi guru-guru bahasa Inggris di bawah kerangka Colombo Plan. “Selandia baru turut mengirimkan bantuan dana, barang dan personil militer untuk penanganan bencana tsunami Aceh dan Sumatera Utara, serta turut berpartisipasi pula dalam KTT Penanggulangan Tsunami bulan Januari 2005 di Jakarta,” jelasnya.
“Indonesia merupakan salah satu negara muslim terbesar dan juga rangking 4 dengan populasi terbanyak di dunia yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu prioritas kerjasama dari New Zealand. Selama lebih dari 4 dekade Indonesia-New Zealand juga telah banyak melaksanakan kerjasama di berbagai bidang seperti Energi, Disaster Risk Management, Agriculture dan Human Resource Development. Beberapa bulan yang lalu Indonesia juga telah mengirimkan salah satu produknya yaitu Salak dari Gunung Kidul,” paparnya.
Dr. Trevor juga mengatakan bahwa New Zealand telah menyediakan sekitar 60 beasiswa untuk mahasiswa Indonesia yang terdiri dari LPDP dan program lain. “Memang ada prioritas untuk Indonesia bagian timur, tapi jumlah 60 tersebut diperuntukan bagi seluruh wilayah Indonesia. Memang persaingan yang terjadi cukup ketat karena jumlah pendaftar yang cukup banyak, namun jumlah tersebut telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Berkaitan dengan informasi beasiswa tersebut secara lengkap bisa diakses melalui website online yang telah tersedia,” jelasnya.
Sementara itu, Eko Priyo Purnomo, M.Sc., M.Res., Ph.D selaku Kepala Lembaga Kerjasama Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengungkapkan bahwa Public Lecture ini merupakan kesempatan bagi UMY, karena yang menjadi narasumber adalah Duta Besar New Zealand. Karena itu, UMY juga berencana untuk mengajukan kerjasama dengan New Zealand. “Ada beberapa penawaran kerjasama yang kami ajukan yakni pertukaran staf dan mahasiswa, riset bersama, menghadirkan dosen tamu dari New Zealand, program beasiswa dan mengembangkan kerjasama lainnya. Hal ini akan menjadi fokus kami karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa New Zealand merupakan salah satu pusat pendidikan dunia,” jelasnya.
Eko kembali menambahkan bahwa kegiatan ini juga merupakan salah satu kegiatan untuk mendukung visi UMY, yaitu menjadi universitas yang unggul dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berlandaskan nilai-nilai Islam untuk kemaslahatan umat. “Saya berharap dengan diselenggarakannya acara Public Lecture ini bisa memperkuat kerja sama kedua belah pihak yang akan saling menguntungkan. Saya juga berharap dengan banyaknya kerja sama yang telah dan akan dilakukan oleh UMY, cita-cita untuk bisa menjadi kampus dengan Reputasi Internasional bisa tercapai,” tutup Eko. (zaki & sumali)