Berdasarkan polling Keistimewaan Yogyakarta pada Kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul serta Kota Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebanyak 96,6 % penduduk mendukung keistimewaan. Selain itu 93,2% penduduk DIY mendukung penetapan Sultan sebagai Gubernur.
Demikian disampaikan Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Eko Priyo Purnomo, M.Si.,M.Res dalam diskusi ‘Refleksi Akhir Tahun Ilmu Pemerintahan UMY’ di Kampus Terpadu Kamis (30/12).
Hal ini menurut Eko telah mematahkan adanya asumsi bahwa masyarakat DIY menolak keistimewaan maupun penetapan dan mendukung pemilihan seperti halnya yang telah diklaim pemerintah. “Polling ini dilakukan pada responden laki-laki sebanyak 44,20% dan perempuan sebanyak 55,80%,”jelasnya.
Terkait adanya asumsi bahwa lulusan Perguruan Tinggi (PT) akan lebih mendukung pemilihan daripada penetapan, dalam penuturan Eko tidak ada korelasi antara pendidikan dengan sikap mendukung keistimewaan Yogyakarta. “Hal ini dapat kita lihat, berdasarkan hasil polling sebanyak 97,5% penduduk lulusan PT mendukung keistimewaan dan 94% mendukung penetapan Sultan sebagai gubernur,”tegasnya.
Pada polemik keistimewaan DIY tersebut ada asumsi bahwa Bantul merupakan basis wilayah pendukung penetapan. Namun pada kenyataannya Gunung Kidul menjadi wilayah loyalis pendukung Keistimewaan. “Di wilayah tersebut sebanyak 96% mendukung Keistimewaan. Sleman dan Kulon Progo sebanyak 94%, Kota Yogyakarta sebanyak 92%. Sedangkan Bantul menjadi wilayah paling rendah yaitu sebanyak 89%pendukung keistimewaan,”paparnya.
Sementara itu, Ane Permatasari, M.Si menambahkan ketika berbicara keistimewaaan DIY juga terkait dengan banyak aspek tidak hanya berbicara penetapan. Salah satunya adalah pertanahan di wilayah DIY yang biasa dikenal dengan Sultan Ground dan pertambangan pasir besi di Kulonprogo.
Menurutnya, pertambangan pasir besi di kawasan pesisir selatan Kulon Progo yang ramai diperbincangkan saat ini memiliki agenda besar dan tersembunyi. “Sebagai kawasan pasir besi terbesar kedua setelah Meksiko, pasir besi Kulon Progo tak hanya mengandung titanium namun juga vanadium yang merupakan kandungan prima, serta tahan panas hingga 2000 derajat Celsius,” tambahnya.
Vanadium sering digunakan untuk memproduksi logam tahan karat dan peralatan yang digunakan dalam kecepatan tinggi.
Dengan kondisi tersebut, Ane menilai, DIY tidak dibiarkan kaya sendiri dan pemerintah pusat juga ingin mendapatkan kekayaan tersebut. “Jangan sampai Kulon Progo menjadi Freeport kedua di negeri tercinta ini,” tegasnya.
Ane menegaskan bahwa pikiran-pikiran nakal tersebut masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Tetapi yang perlu diperhatikan oleh Sultan maupun Bupati Kulon Progo itu sendiri jangan sampai Kulon Progo hanya dijadikan tempat untuk menambang pasir besi.
“Dimana pasir besi langsung diekspor sehingga penduduk sekitar tidak mendapatkan apapun. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mendirikan semacam pabrik untuk mengolah bijih pasir besi sehingga diolah menjadi bahan setengah jadi kemudian baru diekspor. Dengan kata lain Kulon Progo tidak hanya dijadikan tempat penambangan tetapi juga memberdayakan penduduk sekitar.”ungkapnya.
Masalah lain yang juga perlu diperhatikan menurut Ane adalah masalah lingkungan. Penambangan pasir besi memang diperlukan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kulon Progo. “Sangat disayangkan ketika pasir besi tidak dimanfaatkan. Namun sampai saat ini belum diketahui bagaimana cara melakukan penambangan pasir besi tanpa merusak lingkungan yaitu di sepanjang garis pantai. Dengan kata lain perlu dipikirkan juga bagaimana cara penambangan yang baik tanpa merusak lingkungan.”ujarnya.