Wacana pemindahan ibukota Indonesia terus bergulir. Dengan berbagai rasionalisasi yang digulirkan, beberapa kotadi Indonesia pun dicalonkan untuk menjadi pengganti Jakarta. Salah satu usulan adalah pemindahan ibukota keluar Jawa. Salahs atunya adalah Palangkaraya. Menjadikan Palangkaraya sebagai pengganti Jakarta merupakan sebuah usaha distribusi pembangunan yang merata. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini pembangunan khususnya pembangunan infrastrukktur cukup terkonsentrasi di Indonesia bagian barat khususnya Pulau Jawa.
Demikian diungkapkan oleh Dr. AchmadNurmandi, M.Sc, dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IP-UMY) dalam sebuah diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UMY, Kampus Terpadu UMY, Selasa (3/8).
Selain upaya geopolitik untuk melakukan distribusi pembangunan yang merata, Nurmandi juga melihat secara geografis, posisi Palangkaraya tepat berada ditengah Indonesia. Selain itu kota tersebut juga memiliki kondisi geologi yang relatif aman dari bencana alam. “Palangkaraya cenderung aman dari gempa dan banjir dibandingkan kota lain.,”urai dekan FISIPOL UMY ini.
Menurut Nurmandi, biaya untuk membangun Palangakaraya menjadi kota yang siap menjadi pusat pemerintahan dengan menyediakan berbagai infrastruktur baik bangunan, jalan dan sebagainya akan mencapai 100 T. Nurmandi melihat 100 T ini lebih sedikit atau lebih hemat dibandingkan biaya untuk mengatasi permasalahan Jakarta saat ini seperti kemacetan, banjir, dan berbagai masalah lain. ‘Jumlah 100 T ini bisa dicicil selama 10 tahun dari APBN untuk membangun ibukotabaru,”ungkapnya
Lalu bagaimana dengan Jakarta? Nurmandi melihat Jakarta akan menjadi kota bisnis bukan kota pemerintahan lagi. Ia juga menuturkan hendaknya jika ada perpindahan ibukota maka, ibukota yang baru diharapkan hanya menjadi ibukota pemerintahan saja bukan kotabisnis. “Kalau hal itu terjadi sama saja akan terjadi situasi kota yang sangat crowded. “urainya
Nurmandi juga melihat pemindahan ini pasti akan memunculkan resistensi dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan atas Jakarta seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Resistensi bisa muncul dari tiga pihak ini karena ketiganya butuh akses politik yang dekat dan cepat terhadap pemerintah pusat. “Jadi jika ibu kota berpindah maka akses politik juga akan semakin jauh,”ungkapnya.
Menurutnya ada satu hal lagi yang perlu diantisipasi jika Palangkaraya atau Kalimantan Tengah menjadi ibukota Indonesia adalah kesiapan penduduk lokal. Masyarakat harus disiapkan dan jangan sampai penduduk asli terpinggirkan dan pada akhirnya akan berujung pada konflik. “Jadi semua harus disiapkan dengan matang,”tandasnya.