Salah satu permasalahan umat Islam saat ini adalah tidak mempunyai semangat kebudayaan, sehingga melahirkan dampak pada permasalahan ekonomi, politik, dan budaya. Hingga pada akhirnya lebih banyak melahirkan konsekuensi negatif daripada konsekuensi positif. Bahkan di Indonesia mulai diterapkan pada ajaran-ajaran liberal sejak masa reformasi, termasuk dalam bidang ekonomi.
Hal itulah yang disampaikan oleh Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA, saat menyampaikan pidatonya pada acara Seminar Pra-Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VI, yang dilaksanakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), bertempat di Ruang Sidang AR. Fachruddin A UMY, Rabu (4/1).
Din mengatakan, bahwa salah satu masalah umat Islam tidak mempunyai semangat kebudayaan, yang dapat dirumuskan secara konsepsional menuju konteks perubahan strategis. Karena menurutnya bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kebudayaan, “Berdasarkan pengamatan, salah satu permasalahan umat Islam, organisasi Islam, partai-partai Islam itu tidak mempunyai semangat kebudayaan, yang merumuskan secara konsepsional, sistematis, strategis, menuju ke konteks perubahan strategis untuk Indonesia kedepan. Kita ini mengalami permasalah krisis kebudayaan”, ujarnya.
Din menambahkan, bahwa permasalahan yang lainya adalah, Indonesia sedang menghadapi arus liberalisasi ekonomi, politik, dan budaya yang melahirkan konsekuensi negatif. Menurutnya, masalah tersebut tidak hanya terjadi di kota-kota besar, akan tetapi juga di kota-kota kecil. Sehingga menurut pihaknya, bahwa kongres yang diadakan oleh MUI pada tanggal 8 hingga 10 Februari di Yogyakarta akan melahirkan kajian kritis terhadap situasi nasional seperti hal yang diungkapkannya.
“Indonesia mengalami masalah besar, terutama dengan arus deras liberalisasi ekonomi, politik dan budaya, yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu selalu ada positif, tapi juga banyak negatifnya, politik berdasarkan demokrasi liberal. Penerapan Indonesia ini pada ajaran-ajaran paling liberal, ini masalah luar biasa terutama sejak reformasi, termasuk pula dalam bidang ekonomi dalam tanda petik kapilitasi global. Sebagai pilihan yang sebetulnya tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di kota-kota kecil. Nah ini yang kita lihat, semoga kongres ini nanti bisa melahirkan telaah kritis terhadap situasi nasional dan sekaligus mencari solusi kedepan” jelasnya.
Selain itu, senada dengan Din Syamsuddin. Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’I Ma’arif, MA, mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan, dirinya berharap agar kongres KUII ini harus membahas permasalahan yang besar yang sedang dihadapi oleh bangsa ini, dirinya berhadap jangan sampai kongres tersebut tergoda oleh pertarungan politik yang sedang terjadi saat ini.
“Kedepan kongres ini menurut saya, memang harus membicarakan hal yang serius, yang besar, jangan tergoda oleh pertarungan politik yang tidak bermartabat ini, penguatan sosial umat Islam, yang jumlahnya 210 juta, karena secara sosial ekonomi kita umat Islam masih lemah, maka dalam kongres ini saya harapkan mempunyai tujuan untuk penguatan sosial,” jelasnya. Beliau juga pengkritisi bahwa jika kongres ini adalah kongres umat Islam maka seharusnya yang menjadi peserta tidak hanya organisasi masyarakat berbasis Islam, tapi juga mengundang politisi perwakilan partai yang beragama Islam agar bisa saling bersinergi untuk membangun bangsa Indonesia. (Shidqi)