Berita

Wisudawan UMY asal Australia Lulus Kuliah 1 Tahun 6 Bulan

IMG_0129Michael Ryan York, M.HI yang merupakan mahasiswa program Magister Hubungan Internasional (MHI) menjadi satu-satunya wisudawan yang lulus dari jurusan tersebut dengan predikat cumlaude. Mahasiswa asal Australia tersebut berhasil lulus dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,93. Lebih dari itu, Michael berhasil lulus dari program magisternya yang hanya butuh waktu 1 tahun 6 bulan.

Sebagai mahasiswa asing yang lulus dengan predikat terbaik tersebut tentu memiliki berbagai kendala selama menempuh studi di UMY. Seperti yang dikatakannya, bahasa Indonesia termasuk bahasa yang beragam seperti penggunaan bahasa gaul yang tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia. “Meskipun saya belajar bahasa Indonesia satu tahun sebelumnya, namun itu semua tidak cukup karena bahasa Indonesia begitu beragam. Seperti bahasa gaul yang kadang sering digunakan oleh teman-teman saya sehingga saya agak rumit memahaminya,” ungkapnya saat ditemui disela-sela prosesi acara wisuda di Sportorium kampus terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada, Sabtu (17/10).

Untuk melanjutkan program master di UMY, Michael mengaku mendapatkan beasiswa dari pemerintah Australia. Program beasiswa tersebut yaitu beasiswa Australia Asia Award yang merupakan beasiswa diberikan bagi mahasiswa Australia yang ingin menuntut ilmu ke Asia, maupun mahasiswa Asia yang mau belajar ke Australia. Michael menjelaskan, program beasiswa tersebut diberikan sekitar 400 beasiswa per tahunnya.
Selain itu, Michael kembali mengungkapkan, supaya dalam proses pembelajaran dapat diikuti dengan mudah, terdapat cara khusus yang sering dilakukan oleh Michael agar apa yang dikatakan oleh dosen mudah dipahami. “Ketika kuliah terkadang saya kurang memahami dengan bahasa Indonesia. Agar apa yang dikatakan dosen membuat saya mengerti untuk dipelajari lagi, saya harus merekam semua yang dikatakan dosen,” ungkapnya.

Selain terkendala dalam bahasa Indonesia yang beragam, Michael mengaku juga terkendala dalam pengurusan perpanjangan visa. Dalam ungkapannya, Michael mengaku dalam perpanjangan visa membutuhkan uang yang lebih dan terkadang sering berbelit. “Untuk mengurus visa, saya harus memperpanjang setiap sebulan sekali dan perlu membayar 100 dollar dan itu butuh uang yang lebih. Saya kira semua mahasiswa asing di Indonesia juga berpikiran sama dengan hal itu,” tandasnya.

Meskipun demikian, Michael senang belajar di Indonesia terlebih di kampus Islam seperti UMY ini. Alasan Michael mengambil UMY sebagai lanjutan studi S2 nya, Michael mengaku dengan belajar di kampus Islam seperti UMY ini, ia ingin melihat kehidupan dari sisi keseharian para mahasiswa yang memang notabene muslim. “Sebagai mahasiswa yang memiliki keyakinan berbeda dengan kebanyakan mahasiswa di UMY, saya sangat ingin melihat keseharian mahasiswa muslim. Meskipun saya berbeda dalam keyakinan, teman-teman di sini sangat ramah, supel dan terbuka. Selain itu, saya dapat belajar budaya Indonesia, maupun bahasa gaul yang belum pernah saya pelajari. Serta saya juga dapat bertukar pemikiran terkait budaya di Australia,” ungkapnya.

Selain itu, Michael menambahkan di Indonesia biaya pendidikan tergolong murah dan Indonesia merupakan negara yang multirateral. Baginya, Indonesia merupakan negara besar di Asia dan negara kuat karena banyaknya budaya yang dimiliki. “Saya tertarik dengan budaya yang dimiliki Indonesia. Makanya saya ingin mempelajari lebih banyak dengan budaya yang dimiliki oleh negara ini. Warga Indonesia harus percaya diri akan potensi yang dimilikinya. Indonesia harus berbangga karena ada 250 juta penduduk Indonesia yang tersebar. Jika kami ingin menjual produk-produk ke Indonesia, pastinya harus memahami bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sangat berpotensi dijadikan bahasa internasional,” pesannya.

Keberhasilan Michael menjadi wisudawan terbaik tersebut juga tidak terlepas dari hasil penelitiannya. Michael mengambil judul tesis mengenai kasus di Selat Malaka. Michael menggaris bawahi terkait kebijakan pertahanan Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo serta dampaknya terhadap ekonomi. Terkait pengambilan judul tesis tersebut, Michael mengaku wilayah Selat Malaka merupakan jalur perdagangan Internasional yang sangat penting bagi negara Indonesia. “Wilayah di Selat Malaka sangat strategis dalam hal keamanan informasi dan komunikasi. Jika terjadi gangguan terhadap selat ini akan menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap perekonomian dan perdagangan antarnegara serta kepercayaan internasional terhadap Indonesia,” jelas Michael. (hevi)