Tanpa mengecilkan pentingnya kebutuhan primer dalam penanganan bencana Merapi, kebutuhan psikologis dalam mengurangi kejenuhan, kebosanan, dan trauma juga menjadi perhatian bagi para pengungsi korban Merapi. Komunitas Charity for Merapi memfasilitasi hal ini dengan melakukan pemutaran film, termasuk menghadirkan ikon serial hero asal Jepang, Kamen Rider.
Hal inilah yang kemudian mendorong kumpulan mahasiswa, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) serta komunitas-komunitas fotografi dan lainnya membentuk Charity for Merapi: Serasa Rumah Sendiri.
Menurut koordinator Charity for Merapi, Fajar Junaedi, S.Sos, M.Si ketika ditemui di Kampus Terpadu UMY Rabu (10/11), Charity for Merapi merupakan kumpulan individu serta komunitas yang benar-benar menghilangkan bendera atau identitas masing-masing. “Komunitas ini tidak menjadikan musibah ini sebagai media promosi seperti yang dilakukan oleh beberapa lembaga. Misalnya partai politik yang memasang bendera besar-besar,” ujarnya.
Fajar menambahkan, Charity for Merapi juga berusaha melakukan kegiatan penggalangan dana yang berbeda. Sesuai disiplin ilmu anggota yang sebagian besar adalah ilmu komunikasi dan penyiaran, maka kegiatan yang dilakukan melalui penyelenggaraan pameran foto, happening art dan, pemutaran film. “Jadi bentuk penggalangan dana tidak semata-mata di pinggir jalan kemudian menyodorkan kotak uang kepada pengguna jalan. Misalnya seperti yang sudah kami lakukan di Solo pada Senin (7/11) lalu. Dimana kami melakukan pameran foto mengenai Merapi dan happening art di Jalan Slamet Riyadi sembari menggalang donasi,”urainya.
Dijelaskan Fajar untuk memberikan hibuan kepada para pengungsi itu sendiri, Charity for Merapi telah melakukan pemutaran film maupun menghibur anak-anak korban pengungsian dengan menampilkan kamen rider.
“Kami sadar kebutuhan primer harus dinomorsatukan namun kebutuhan ini sudah banyak dilakukan rekan-rekan relawan yang lain. Sehingga diharapkan bantuan ini akan membuat para pengungsi tidak merasa stres, trauma, jenuh, dan bosan dengan kondisi tempat pengungsian. Lamanya waktu di tempat pengungsian yang belum diketahui bisa mempengaruhi kondisi psikologis para pengungsi. Namun jika ada posko yang belum tersentuh kebutuhan primer seperi makan, pakaian dan lainnya kami akan mengirimkan kebutuhan ini juga.”jelasnya.
Sebelum menyalurkan bantuan, anggota Charity for Merapi terlebih dahulu memetakan kebutuhan riil dari pengungsi sehingga bantuan lebih tepat guna. “Kami juga membantu donatur yang ingin menyerahkan bantuan barang langsung kepada korban di posko. Yaitu dengan memberikan informasi kepada donatur dari luar kota tentang kebutuhan pengungsi sehingga donatur dapat membelanjakan donasinya sesuai dengan kebutuhan pengungsi.”ujarnya.
Ketika disinggung mengapa tidak bergabung saja dengan kelompok-kelompok yang sudah ada, Dosen Ilmu Komunikasi UMY ini menguraikan, Charity for Merapi bermaksud menggalang bantuan di luar kebutuhan primer yang juga menjadi kebutuhan para pengungsi. “Seperti hiburan maupun peralatan masak maupun kesehatan,”tambahnya.
Sampai saat ini Charity for Merapi melakukan donasi online melalui jejaring media social seperti facebook, twitter serta milis. Dengan dibantu oleh pihak-pihak yang terlibat mulai dari mahasiswa komunikasi UMY, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas Mulawarman, Universitas Tarumanegara serta individu dari berbagai komunitas. “Kami berharap dapat membantu meringankan apa yang dialami saudara-saudara kita yang menjadi pengungsi.”tegasnya.