Ledakan bom dan serangan di Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/1) siang kemarin, diduga dilakukan oleh kelompok Islamic State (ISIS). Dalam serangan tersebut aksi teror yang menewaskan tujuh orang, disinyalir pelaku ingin memberikan pesan kepada pemerintah Indonesia yang notabene merupakan negara dengan mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia. Seperti yang dikatakan oleh dosen ahli timur tengah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Sidik Jatmika, S.IP., M.Si saat dihubungi mengatakan bahwa dibalik serangan tersebut pelakunya ingin menyampaikan pesan politik kepada pemerintah. “Aksi teror yang mengaku dilakukan oleh ISIS tersebut, pasti ingin menyampaikan pesan politik. Nah, pesan tersebut dilakukan dengan aksi-aksi kekerasan, ditempat strategis yang sering dijadikan tempat nongkrong, serta korbannya antar negara,” papar dosen Hubungan Internasional UMY tersebut, Jum’at (15/1).
Sebelum tahapan aksi kekerasan tersebut, Sidik melanjutkan, kelompok seperti ISIS ini melakukan aksi teror untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain. “Aksi yang dilakukan ISIS tersebut yaitu dengan menciptakan rasa takut, sehingga membuat kepanikan masyarakat terkait aksi teror itu. Inilah yang sering dilakukan oleh kelompok-kelompok teror guna menyampaikan motif dibalik serangan tersebut, meskipun justru tidak disukai oleh masyarakat,” terangnya.
Pesan yang tersimpan dibalik aksi teror tersebut, Sidik menyebutkan bahwa ISIS merasa untuk menciptakan sebuah negara Islam semakin sulit, dan butuh dukungan seluruh Umat Islam. Oleh karenanya, ISIS saat ini telah merambah hingga Asia Tenggara. “ISIS merasa saat ini posisinya di Suriah semakin terdesak. Cara yang saat ini dirasa cukup ampuh dan efektif dilakukan oleh ISIS guna meraih dukungannya yaitu dengan menggunakan media sosial. Media sosial ini sangat efektif untuk meminta perhatian ke level Internasional,” jelasnya.
Sidik menambahkan, gerakan seperti ISIS tersebut memiliki harapan dan simpati dari orang banyak termasuk negara-negara lain, agar ada yang mendukungnya mencapai cita-citanya. Namun pemikiran ISIS yaitu jihad dengan cara kekerasan, tidak sesuai dengan pemikiran mayoritas umat Islam di Indonesia. “Islam di Indonesia itu rahmatan lil’alamin. Dalam pandangan itu, umat Islam yang ada di Indonesia tidak menyukai kekerasan. Sebagai contoh dua organisasi Islam di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Cara mereka berjihad menurut kedua organisasi tersebut yaitu dengan memajukan pendidikan seperti mendirikan sekolah-sekolah, universitas, tanpa didasari perang yang pada akhirnya menciptakan korban,” tuturnya.
Terkait konsep yang digunakan oleh ISIS, Sidik menerangkan bahwa munculnya ISIS tersebut juga dikarenakan adanya krisis identitas atau kesetiaan. Dalam penjelasannya, terdapat empat level kesetiaan yang mengacu pada krisis identitas. Diantaranya yaitu Ashabiyah, Wathaniyah, Qaummiyah, serta Ummah. “Maksud dari Ashabiyah yaitu lebih setia kepada keluarga tertentu, maupun sekte ideologi tertentu. Untuk Wathaniyah yaitu lebih setia terhadap identitas Negara bangsa, sedangkan Qaummiyah lebih setia terhadap bangsa tertentu, seperti suku. Sedangkan konsep ummah itu sendiri yaitu lebih setia pada suatu agama tertentu. Dan, ISIS percaya bahwa konsep ummah dapat dibuktikan melalui jihad. Akan tetapi, jihad yang dilakukan oleh ISIS tidak sesuai dengan pemikiran tentang jihad dari mayoritas umat Islam di Indonesia.,” terangnya.
Untuk menyikapi ISIS tersebut, Sidik kembali mengungkapkan, hal utama yang harus dibenahi yaitu cara berpikir. Bagaimana maksud dari jihad yang sebenarnya menurut Islam, bukan hanya jihad dengan cara berperang melawan siapapun yang menurutnya tidak sesuai dengan Islam. “Apabila ingin membangun negara yang baik, ini termasuk tujuan yang baik. Namun tidak harus membajak nilai-nilai Islam. Tujuan yang baik, harus dilakukan dengan cara yang baik pula,” ungkapnya.
Saat ini menurut Sidik pemerintah sudah bagus dalam menangkal pergerakan tersebut. Upaya yang dilakukan pemerintah tersebut yaitu dengan memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat Indonesia terkait aksi teror. “Saya kira pemerintah sudah bagus untuk mengatasi pergerakan yang mengatasnamakan dirinya adalah gerakan Islam. Dengan memberikan pengarahan dan pemahaman terkait sebuah organisasi yang seharusnya diikuti dan tidak diikuti. Selain itu, pemerintah sudah bekerjasama dengan ormas-ormas besar di Indonesia untuk menangkal pergerakan tersebut,” ujarnya. (hv)