Dalam aktivitas belajar mengajar di dalam kelas, masih banyak pengajar yang menggunakan metode dimana guru menjadi pusat asalnya ilmu pengetahuan. Namun untuk kalangan pendidikan tinggi seperti universitas, metode tersebut dianggap tidak akan terlalu efektif. Sedangkan kunci sukses dalam mengajar yang baik adalah dengan student-centered learning, dimana pengajar atau dosen memberikan sedikit materi, namun mahasiswa yang bertugas untuk mengembangkannya dengan lebih aktif dalam berpartisipasi di dalam kelas.
Hal tersebut yang disampaikan oleh Andrew Hunt, trainer Academic Teaching Excellence (ATE), British Council Indonesia, saat diwawancarai di Gedung Pascasarjana UMY lantai 1 pada Selasa (05/04). Sejak Senin (04/04), UMY mengadakan pelatihan ATE bagi para dosen UMY yang mengampu mata kuliah dengan pengantar bahasa Inggris. Program training ATE sendiri diperuntukkan bagi 100 dosen UMY yang telah dibagi ke beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapatkan pelatihan selama satu minggu penuh secara bergilir.
Andrew Hunt memberikan apresiasinya kepada dosen-dosen yang sangat antusias pada saat menjalani training di kelas. Ia mengatakan bahwa meskipun para dosen UMY memiliki kesibukan yang padat, namun mereka masih meluangkan waktu untuk dapat mengikuti training ATE yang merupakan kerjasama antara UMY dengan British Council ini. “Selain itu semua dosen yang mengikuti training ini sangatlah aktif dan tertarik, sehingga ini menjadi pengalaman bagus bagi saya bekerja dengan dosen-dosen di sini,” tutur Andrew. Ia mengungkapkan telah menjadi pelatih ATE di British Council selama 5 tahun, dan pelatihan ATE di UMY ini merupakan kali pertamanya yang diselenggarakan oleh British Council di Indonesia.
Karena setiap dosen yang hanya mengikuti pelatihan selama satu minggu, Andrew menyayangkan akan tidak terlalu banyak pengalaman dan permasalahan yang akan dosen dan dirinya diskusikan. Meskipun demikian, dalam pelatihan ATE ini Andrew sebagai pelatih lebih memfokuskan pada diskusi-diskusi bersama dosen-dosen UMY terkait pengalaman mereka memberikan materi kepada mahasiswa dengan bahasa Inggris. “Kami mendiskusikan ide-ide, melakukan refleksi yang telah kami lakukan sebagai dosen, berbagi ide, dan membicarakan tantangan mengajar berbagai subyek yang berbeda dalam bahasa Inggris,” terang Andrew.
Pada akhir wawancara, Andrew mengharapkan para dosen tidak langsung mengubah metode belajar mereka, namun secara perlahan-lahan, karena mengubah metode belajar pada mahasiswa juga membutuhkan waktu. “Saya berharap para dosen UMY akan menjadi lebih percaya diri dan mencoba sesuatu yang baru di kelas. Perubahan itu dapat dilakukan perlahan-lahan sehingga bulan depan atau tahun depan, pembelajaran akan memberikan manfaat baik bagi mahasiswa,” tambahnya.
Andrew juga menyebutkan bahwa dalam mengajar mahasiswa dengan bahasa pengantar Inggris, yang terpenting bukanlah grammar yang sempurna atau pelafalan yang benar, tetapi konten materi harus tersalurkan secara baik kepada mahasiswa dan mahasiswa dapat memahami hal yang dimaksudkan oleh dosen. Dengan demikian, mengajar yang baik adalah dengan memberikan penjelasan dengan bahasa Inggris secara pelan-pelan, dan menggunakan metode bantuan seperti dengan menggunakan gambar atau bahasa tubuh.
Salah satu peserta training, Dr. Dyah Mutiarin, MSi mengatakan bahwa dengan diadakannya pelatihan ini sangat membantu dosen untuk mengelola kelas, sehingga para dosen tahu bagaimana metode mengajar yang baik. Selain itu, dosen menjadi lebih paham cara interaksi yang baik dengan mahasiswanya. “Terutama saat mengajar menggunakan bahasa Inggris di kelas, karena kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Inggris berbeda-beda. Ada yang sudah bagus namun juga ada yang pemula. Di sini kami diajarkan bagaimana strategi yang baik dalam menangani permasalahan tersebut,” jelas Dr. Dyah.
Ia menambahkan dalam pelatihan juga disebutkan bagaimana metode mengajar yang baik sehingga siswa menjadi lebih aktif berinteraksi di kelas dan tidak mudah bosan. Dr. Dyah juga menuturkan bahwa Andrew sebagai pelatih juga mengajarkan cara simulasi belajar yang aktif dengan contoh bagaimana menjelaskan kepada mahasiswa materi yang sulit. “Salah satu contohnya yakni dengan mengadakan diskusi. Saat diskusi, mahasiswa akan memiliki banyak pendapat yang beragam, dan dosen harus memberikan kesimpulan yang jelas supaya pengetahuan mahasiswa menjadi terarah,” tambah Dr. Dyah.
Dr. Dyah juga menegaskan bahwa selama ini kebanyakan cara mengajar adalah dengan menjadikan dosen sebagai sumber ilmu satu-satunya di dalam kelas. “Kita juga harus melihat bahwa sebenarnya mahasiswa juga merupakan sumber pengetahuan selama di kelas. Meski mungkin dosen pengetahuannya lebih banyak, tetapi ketika mahasiswa mengeluarkan pendapatnya, dosen harus dapat menerimanya pula. Kami diajarkan bagaimana mengajar yang baik, dan menghargai mahasiswa,” tutup Dr. Dyah. (Deansa)