Berita

Pengamat Ekonomi Nasional Nilai Digitalisasi Sebagai Pemicu Pelemahan Ekonomi Global

IMG_5496Terjadinya gelombang krisis ekonomi global rupanya tidak hanya dipicu oleh globalisasi dan sistem kapitalisme yang merambah di hampir seluruh negara dunia. Pengamat politik ekonomi nasional, Dr. Ichsannudin Noorsy, BSc, SH, M.Si., menilai besarnya kemajuan teknologi informasi dan digitalisasi juga menjadi pemicu dari gelombang krisis ekonomi global.

“Dunia Barat membangun sistem perekonomian kapitalisme yang mereka anggap baik, namun dengan menerapkan sistem itu justru menghancurkan perekonomian sendiri yang mengakibatkan efek domino ke berbagai negara yang menerapkan sistem ekonomi yang serupa,” ungkap Dr. Ichsannudin Noorsy, BSc, SH, M.Si., saat menjadi pembicara dalam seminar nasional Sharia Economic Week VI 2016, yang diselenggarakan oleh Ekonomi dan Perbankan Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, bertempat di Gedung AR. Fachruddin B lantai 5, Kampus Terpadu UMY, Rabu (4/5).

Dalam pemaparannya, Noorsy mengatakan bahwa saat ini di sisi lain, dunia juga telah dikejutkan dengan salah satu yang menjadi pemacu krisis perekonomian dunia. Tanpa disadari menurutnya, dengan munculnya digitalisasi, kedaulatan bangsa telah dikuasai oleh para korporasi IT. Selain itu, dengan kemunculan digitalisasi ini justru mempertajam kesenjangan sosial, serta menjadi pemicu ledakan jumlah pengangguran dan maraknya jumlah kemiskinan. “Sebelum muncul era digital, perusahaan fuji film maupun Kodak pernah mengalami kemajuan. Namun setelah lima tahun saat perusahaan tersebut mengalami kemajuan, tergantikan dengan teknologi digital yang semakin maju, hingga akhirnya ribuan pekerja harus di PHK akibat dari pergeseran teknologi,” papar pengamat politik ekonomi Nasional tersebut.

Noorsy pun melanjutkan bahwa perekonomian Indonesia saat ini juga belum mengalami peningkatan dan kemajuan yang signifikan. Hal tersebut menurutnya selain dikarenakan pengaruh dari kesenjangan ekonomi yang diakibatkan oleh digitalisasi, juga dikarenakan sistem perekonomian Indonesia masih menganut sistem ekonomi kapitalis. “Seharusnya Indonesia itu menggunakan sistem ekonomi syari’ah, yang saat ini justru banyak berkembang di negara-negara lain dibandingkan sistem ekonomi konvensional,” imbuhnya.

Sementara itu, Dosen dan peneliti Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Drs. Dumairy, M.A mengatakan bahwa perekonomian dunia akan menjadi lebih baik jika menerapkan sistem ekonomi syariah Islam. Hal ini karena sistem ekonomi Islam yang diwakili lembaga perbankan syariah telah menunjukkan ketangguhannya untuk dapat bertahan, karena menggunakan sistem bagi hasil, berbeda dengan bank-bank konvensional. Bahkan perbankan syariah semakin berkembang di masa-masa yang sangat sulit tersebut.

“Sistem Ekonomi Islam adalah sistem yang mewujudkan masyarakat ekonomi yang sempurna. Namun justru di negara-negara mayoritas Islam, belum ada satupun yang menerapkan sistem ekonomi Islam. Ini yang menjadikan kelemahan sistem ekonomi Islam terletak pada sumber umat Islam sendiri,” terang Dumairy.

Dumairy melanjutkan, aplikasi ekonomi Islam bukanlah untuk kepentingan umat Islam saja. Melainkan perekonomian Islam bersifat inklusif yang diperuntukkan bagi semua orang. Selain itu sistem ekonomi Islam akan sulit diterapkan jika tidak memiliki empat landasan moral yang menjadi dasar terciptanya sistem ekonomi Islam yang baik. “Dalam penerapan sistem ekonomi Islam, harus memiliki empat landasan moral. Diantaranya yaitu memiliki kejujuran, keikhlasan, kesetaraan, dan keadilan. Tanpa penerapan keempat landasan tersebut, sistem ekonomi Islam akan sulit terlaksana dengan baik,” jelasnya.

Seminar Nasional yang mengangkat tema “Rehabilitasi Ekonomi Global dengan Ekonomi Islam yang berkemajuan”, Kepala Prodi Ekonomi dan Perbankan Islam, Syarif As’ad mengharapkan masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa dapat mewujudkan sistem ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia. “Masa depan ekonomi global dimulai dari ekonomi syariah. mahasiswa menjadi bekal pengetahuan dan taktis dalam pengembangan ekonomi Islam,” harap Syarif. (hv)