Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), melepas 21 Mahasiswa dari program studi Ilmu Hubungan Internasional untuk melakukan KKN Internasional di Kota Davao Filipina Selatan. Dalam pemaparan Wakil Rektor I Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P, mengungkapkan bahwa ribuan warga keturunan Republik Indonesia terancam menjadi stateless atau tidak memiliki status kewarganegaraan di Filipina Selatan. Dengan diadakan program KKN Internasional tersebut secara tidak langsung diharapkan oleh Gunawan dapat memudahkan pemerintah dalam menangani permasalahan warga keturunan Indonesia yang masih berdiam dan menetap di kota tersebut.
“Kurang lebih terdapat 11 ribu warga keturunan Indonesia yang masih menetap di Davao, dan mereka masih berstatus stateless. Dilihat dari permasalahan tersebut, ditambah beberapa daerah di Selatan Filipina tersebut justru dari aspek ekonomi masih terbelakang. Sehingga pada tahun ini untuk pertamakalinya, UMY melaksanakan program KKN Internasional di daerah yang masih perlu diberi bantuan,” ungkap Gunawan saat memberikan sambutan sekaligus melepas ke 21 mahasiswa KKN Internasional tersebut.
Dalam pemaparannya pada Sabtu (30/7) di Lobi Rektor UMY, Gunawan mengatakan bahwa program KKN Internasional di Davao merupakan kesempatan yang bagus bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah, khususnya bagi UMY. Hal ini membuktikan bahwa tempat yang dihuni oleh ribuan keturunan warga Indonesia tersebut diharapkan dapat memunculkan konsep resolusi konflik terhadap warga keturunan Indonesia tersebut.
“Dengan adanya KKN Internasional di Davao yang dipelapori oleh UMY tersebut, pihak KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia, red) sangat mengapresiasi inisiatif UMY mengadakan KKN di Davao. Ini sebagai salah satu langkah proses penyelesaian masalah kewarganegaraan terhadap warga keturunan Indonesia yang bermukim di Filipina bagian Selatan tersebut. Selain itu, diharapkan para peserta KKN ini dapat membantu pemerintah Indonesia serta salah satu tugas Muhammadiyah dalam menciptakan konsep resolusi konflik,” harap Gunawan.
Sementara itu Ketua KKN Internasional Davao, Angga Bayu Seto Aji mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional 2013 mengatakan bahwa ribuan warga keturunan Indonesia di Davao yang masih berstatus stateless tersebut karena keterbatasan bahasa sehingga tidak diakui oleh Indonesia. “Mereka yang dikenal dengan istilah Person Indonesian Descendants (PIDS, red) merupakan warga Indonesia yang tinggal di Davao tidak memiliki kewarganegaraan baik Filipina maupun Indonesia. Mereka ingin kembali ke Indonesia, namun tidak mengetahui bahasa Indonesia. Sehingga tidak diakui oleh pemerintah Indonesia,” jelas Angga.
Kegiatan yang akan dilakukan di Davao, Angga mengungkapkan bahwa para peserta KKN Internasional di Davao akan mengajarkan bahasa Indonesia, serta kebudayaan Indonesia. “Pada kegiatan KKN ini, kami akan mengajar bahasa Indonesia, mengajarkan bagaimana cara membatik, serta berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia. Selain itu kami juga akan mengajarkan bagaimana mengelola sumber daya alam dengan baik. Disana banyak memproduksikan nanas sama durian. Kami harap dapat memberikan pengarahan bagaimana menjadikan dua buah tersebut menjadi lebih berharga,”papar Angga.
Program KKN Internasional dengan mengusung tema “Pemberdayaan Para Keturunan Indonesia dan Komunitas Muslim di Davao melalui Ekonomi Kreatif, Sosial Budaya, dan Pendidikan Religiusitas” tersebut bekerjasama dengan Al-Kalam Institute di Davao. 21 Mahasiswa tersebut akan diberangkatkan pada tanggal 31 Juli hingga 27 Agustus 2016. “Dengan mengajar diharapkan kami dapat memberikan solusi kepada muslim minoritas yang memiliki kelemahan ekonomi. Kami juga berharap dengan memperdalam permasalahan stateless di sana, dapat mencari jalan solusinya,” harap Angga. (hv)