Berita

Tebar Perdamaian Dapat Tumbuhkan Kebahagiaan

umy-mgps-irfan-amalee

“Kebahagiaan muncul ketika seseorang mencapai ketenangan dimana ketenangan tersebut terjadi oleh hadirnya kedamaian”. Hal ini diungkapkan oleh Irfan Amalee, Co-Founder dari Peace Generation yang menjadi pembicara dalam sesi 7 Mahathir Global Peace School (MGPS) 5 di Bebek Tepi Sawah Resto, Kamis (1/12). Sembari mendengarkan penjelasan Irfan, kali ini peserta MGPS diajak menikmati suasana khas Bali ala Bebek Tepi Sawah Resto sambil mendiskusikan masalah di kelas.

Irfan memulai diskusi dengan menyodorkan pertanyaan sambil menunjukkan foto Ali Fauzi (mantan terorris, adik Amrozi dan Ali Imron). “Apakah dia (Ali Fauzi) yang seorang designer bom untuk kelompok teroris itu merasa bahagia selama hidupnya? ” tanyanya kepada peserta.

Irfan mengidentifikasi Ali Fauzi melalui skor PWB (Psycological Well Being) melalui beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang antara lain tujuan hidup, memiliki hubungan positif dengan orang lain, kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungannya secara efektif dan kemampuan menentukan tindakan sendiri. Irfan membandingkan antara di saat Ali Fauzi bergabung dengan teroris dan saat sekarang dia sudah terlepas dari teroris. “Skor PWB saat jadi teroris tidak lebih dari 50%. Saat ini setelah dia (Ali Fauzi) memutuskan keluar dari terorris, skornya menjadi 100%. Dia sekarang telah memiliki kehidupan yang layak, bergabung dengan beberapa NGO dan sedang berjuang meraih gelar Ph.d di jawa timur. Dia menyatakan kehidupannya saat ini lebih menyenangkan daripada saat menjadi terroris,”imbuh Irfan.

Selain itu Irfan juga mengidentifikasi EID (Emmotional Intelligence Diversity) bahwa ada keterkaitan antara kebahagiaan dan keberagaman. “Merupakan hal yang kuat hubungannya keberagaman yang kamu miliki dengan kebahagiaan. Makin beragam temanmu, makin bahagia dirimu,”ujarnya.

“Masa kecil saya diisi dengan persahabatan dengan orang dari berbagai suku dan agama. Tapi masa-masa indah itu tidak saya alami ketika saya masuk sekolah dan pesantren. Terlalu homogen, dan saya tidak suka itu,”tambah pecinta Persib ini.

Irfan juga menjelaskan betapa kuatnya hubungan ‘Teaching Peace-Increasing Happines-Leading to success yang menjelaskan pentingnya mengajarkan perdamaian yang berdampak pada meningkatnya kebahagiaan sehingga menjadi kunci sukses dalam kehidupan. “Seperti contoh, Afrika Selatan yang mempunyai pengalaman pahit mengalami kolonialisme dan konflik Apartheit. Setelah merdeka dari konflik Apartheit, Nelson Mandela tidak mengusir orang-orang kulit putih keluar, namun mengajak mereka membangun Afrika Selatan bersama-sama. Kini mereka telah menjadi negara kaya dengan menjadi penghasil emas terbesar di dunia,”ungkapnya.

Sementara itu, Sebagai agen of peace, Irfan juga memperkenalkan Peace Generation. Dalam programnya Peace Gen mempunyai 12 nilai perdamaian yaitu menerima diri, menghapus parasangka, keragaman etnis, keragaman agama, laki-laki dan perempuan, kaya miskin, kelompok eksklusif, merayakan keragaman, memahami konflik, menolak kekerasan, mengakui kesalahan, dan memaafkan.

Ke-12 nilai tersebut ia tuangkan dalam sebuah modul berisi kurikulum perdamaian. Kurikulum ini diterapkan dengan mengesampingkan perbedaan-perbedaan ras, suku, agama dan sosial. Tidak hanya di Indonesia, modul tersebut juga telah merambah ke luar negeri dan dipakai sebagai kurikulum perdamaian di sana. (bagas)