Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menjadi faktor pendukung utama globalisasi, membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Dalam partisipasi globalisasi di semua bidang, pendidikan memiliki nilai tersendiri untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja yang produktif dan berkualitas, sehingga sangat dibutuhkan menuju Indonesia emas pada tahun 2045. Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Direktur Pendidikan Tinggi IPTEK dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Amich Alhumami., Ph.D selaku pembicara pada seminar nasional yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis bertajuk “Strategi Pembangunan Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Emas.”
Dalam penyampaiannya, Amich menyampaikan bahwa Pendidikan Tinggi memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan daya saing. Seperti yang disebutkan Amich, keunggulan suatu bangsa dilihat dari kemampuan menyediakan masyarakat yang produktif, dan memiliki pendidikan yang memadai. “Pendidikan tinggi pada Perguruan Tinggi sebagai penyumbang terbanyak produktivitas dalam konstribusi pembangunan ekonomi. Ini dikarenakan masyarakat yang berpendidikan akan lebih menguasai IPTEK. Sementara IPTEK menjadi salah satu penggerak globalisasi,” ujar Amich, Rabu (15/3) di AR Fachrudin B lantai 5.
Globalisasi membuat interaksi antarbangsa berlangsung semakin intensif jika didukung oleh kemajuan Iptek. Pada pemaparan Amich, untuk menguasai Iptek tersebut diperlukan basis ilmu pengetahuan yang kuat. “Perguruan Tinggi dapat melahirkan lulusan-lulusan berkualitas dengan pengetahuan luas, menguasai teknologi, serta memiliki kemahiran dan keterampilan teknikal. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tinggi berperan sangat penting dalam membangun sumber daya manusia yang bermutu, dan meningkatkan daya saing bangsa,” paparnya.
Amich mengungkapkan lebih lanjut, untuk menuju Indonesia emas di tahun 2045 nanti Indonesia dihadapkan pada tantangan serius di bidang inovasi dan ICT ( Information, Communication and Technology), yang belum mampu mengungguli kawasan ASEAN. “Ada tiga tantangan yang perlu dihadapi oleh Indonesia sendiri, diantaranya knowledge based economy yang semakin menguat, inovasi teknologi yang menjadi faktor kunci, serta pemanfaatan ITC yang menjadi sangat sentral. Dalam hal ini negara-negara di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, dan Vietnam, telah berhasil meraih pencapaian terkait hal tersebut,” ungkapnya.
Menuju Indonesia Emas 2045 nanti, Amich menambahkan bahwa posisi keunggulan Indonesia belum dapat diketahui pasti. Sementara di Korea Selatan, Taiwan, dan Malaysia dianggap memiliki keunggulan dalam hal pengembangan Iptek untuk menopang pembangunan ekonomi. Meskipun demikian, Indonesia memiliki bonus demografi yang dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembangunan. “Bonus demografi yang dimiliki Indonesia ini memberi keuntungan jika dimanfaatkan. Oleh karenanya, kita harus memanfaatkan dengan memenuhi syarat tertentu yaitu pada produktivitas sumber daya yang sehat dan terdidik. Pada puncak bonus demografi di Indonesia ini diperkirakan pada tahun 2035,” ujarnya. (hv)