Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah bagi kaum muslimin, di dalamnya amal kebaikan diganjar berlipat-lipat dan dosa-dosa dihapuskan untuk umatnya. Bahkan disebutkan pada sebuah hadits bahwa setan-setan dibelengu pada bulan Ramadhan. Maka sudah sewajarnya bagi seorang muslim agar bersemangat untuk beribadah, apalagi ketika setan-setannya sudah dibelengu.
“Bulan Ramadhan ini sering dimaknai dengan membakar, yaitu membakar dosa. Kenapa? karena Allah mengampuni dosa-dosa hambanya dengan begitu besarnya pada bulan ini. Selain memaknai Ramadhan dengan membakar, terdapat pula pemaknaan lainnya, seperti Prof. Quraish Shihab yang memaknai Ramadhan dengan mengasah. Maka yang diasah ini adalah batin kita, sehingga kita lebih mengenal Sang Khaliq, diasah batin kita sehingga kita semakin mengenal hakikat hidup. Diasah supaya kita bisa menjadikan diri kita jauh lebih baik dari hari-hari sebelum kita berpuasa. Logikanya seperti pisau, semakin diasah semakin tajam dan berguna,” ungkap dr. Agus Taufiqurrahman, M.Kes., Sp.S., Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Periode 2010-2015 ketika menyampaikan taushiyah setelah Sholat Tahajud bersama pimpinan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada hari Sabtu (10/6) dini hari di Masjid KH Ahmad Dahlan UMY.
Agus melanjutkan dengan melemparkan pertanyaan, apakah Ramadhan yang sudah dan sedang dijalani tersebut benar-benar menjadi media bagi kaum muslimin untuk mengasah diri mereka. “Kalau Ramadhan ini kita maknai dengan mengasah maka sudah tentu Ramadhan itu menjadi proses bagi kita untuk menjadi pribadi yang unggul. Namun masalahnya adalah seperti yang disampaikan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa salam, kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ju’ wal ‘atos, berapa banyak orang yang berpuasa tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus. Jika seperti ini yang kita alami maka kita tidak mengasah diri kita, cuma rugi saja,” lanjutnya.
Dijelaskan oleh Agus bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah menjadikan bulan Ramadhan istimewa. “Saat ini kita berada dalam 2 waktu yang diistimewakan oleh Allah, Ramadhan dan sepertiga malam terakhir. Dimana disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi bahwa di sepertiga malam terakhir yang meminta akan diberi, yang berdoa akan dikabulkan dan yang memohon ampun akan diampuni. Karena itu mudah-mudahan sudah betul upaya kita untuk mengasah diri,” jelasnya.
Agus kemudian menjelaskan bahwa dalam menjalani puasa seseorang diharuskan untuk menahan makan, minum dan juga hubungan suami istri yang itu semua itu merupakan kebutuhan fisik. “Banyak contoh kasus dimana ketika manusia tidak mampu mengendalikan ketiga hal tersebut dengan baik, maka ketiga hal ini akan menjadi awal untuk berbagai macam kehancuran. Di sinilah kita belajar untuk membedakan mana kebutuhan dan keinginan, karena kebutuhan kita terbatas sedang kadang keinginan kita tidak ada batasnya. Di sini kemudian puasa berperan sebagai media untuk mengasah diri kita untuk mengendalikannya,” jelasnya.
Sebagai penutup, Agus mengatakan bahwa Bulan ramadhan ini harus dijadikan sebagai sebuah perjalanan menuju ketakwaan. “Ibarat berjalan, semakin dilakukan semakin dekat dengan tujuan. Begitu juga dengan puasa Ramadhan kita yang 30 hari ini, karena kita sudah setengah perjalanan harusnya sudah semakin dekat dengan takwa. Kalau ketakwaan kita bertambah maka Insyaallah puasanya sukses untuk mengasah diri. Jangan sampai masuk Ramadhan tobat, selesai Ramadhan kumat,” pungkas Agus. (raditia)