Berita

Pestisida Dinilai Tingkatkan Jumlah Populasi Hama Wereng

Penggunaan pestisida buatan yang berlebihan dinilai mempengaruhi jumlah populasi dan meningkatnya intensitas serangan wereng batang coklat. Hal ini disebabkan pestisida tersebut telah menyebabkan matinya predator atau hewan pemnagsa alami wereng batang coklat.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP dalam diskusi terbatas ‘Pengaruh Penggunaan Pestisida Buatan pada Hama Wereng’ di Kampus Terpadu UMY Selasa (28/6) siang.
Lebih lanjut Agus menuturkan, predator-predator alami tersebut misalnya kumbang lembing yang memakan wereng dan anaknya. “Atau lebah yang memakan telur wereng. Penggunaan pestisida yang tidak tepat ini justru membuat mati para predator wereng. Dan malah membuat wereng kebal terhadap pestisida,”jelasnya.
Selain penggunaan pestisida yang kurang tepat, perubahan tata iklim global juga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan wereng batang coklat. “Udara lebih lembab dan cukup tersedia air. Ini menjadi ruang menguntungkan bagi mereka,”jelasnya.
Terkait hama wereng itu sendiri Agus menjelaskan bahwa sebenarnya wereng merupakan serangga herbivora yang banyak menyerang tanaman padi. Hama ini terdiri dari beberapa jenis yaitu wereng coklat, hijau serta putih, dan yang paling terkenal adalah wereng batang coklat. “Ukuran tubuh wereng batang coklat saat dewasa hanya sekitar 3 milimeter, namun kemampuan berkembang biak, daya sebar, daya serang, dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya luar biasa. Karakteristik itu menempatkan wereng tersebut sebagai hama utama tanaman padi.”urainya.
Jumlah telur yang dihasilkan seekor wereng batang coklat betina selama hidupnya dapat mencapai lebih ribuan butir. “Siklus hidup wereng, di daerah tropis dengan suhu hangat 20-30 derajat celsius, mencapai 23-32 hari, artinya dalam satu periode tanam padi, wereng dapat menyelesaikan siklus tiga generasi. Hama wereng batang coklat mengambil cairan dari dalam tubuh tanaman padi menggunakan mulut yang bertipe pencucuk penghisap sehingga tanaman padi tampak seperti kekeringan atau terbakar. Selain itu, hama wereng juga dapat menyebarkan beberapa virus (terutama reovirus) yang menyebabkan penyakit tungro. “tambahnya.
Untuk pencegahan agar tidak terjadi kasus yang sama yaitu tingginya populasi hama wereng yang menyebabkan kerugian bagi petani. Dalam pemaparan Agus perlu dilakukan antisipasi. Mulai meningkatkan pemahaman masalah wereng batang coklat kepada petani.
“Kemudian melakukan kampanye lingkungan sehat dan pentingnya pengendalian alamiah, perakitan varietas tahan, rekayasa ekologi untuk meningkatkan keanekaragaman tanaman dan serangga berguna, monitoring perubahan biotipe wereng batang coklat serta resistensi atau rejurjensi insektisida dan sebagainya.”tuturnya.
Selain itu petani juga dapat melakukan tindakan pencegahan dengan memilih varietas tanaman padi sesuai dengan musim tanam. Pada musim hujan yang potensi populasi wereng batang coklatnya tinggi, sebaiknya dipilih varietas yang relatif tahan terhadap wereng. “Sedangkan untuk penanaman varietas padi yang relatif tidak tahan seperti padi lokal, ketan dan hibrida peka lain sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Hal lainnya yaitu penanaman secara serempak dalam satu hamparan dan melakukan rotasi tanaman merupakan keputusan yang bijak agar siklus hama wereng dapat terputus sehingga secara alamiah populasinya dapat berkurang.”tegasnya.
Agus juga mengingatkan bahwa pengelolaan tanaman padi dan hama wereng batang coklat hanya akan berhasil dengan baik jika ada sinergi antar petani, pemerintah, maupun pihak lain yang terlibat dalam pertanian. Petani sebaiknya mulai kembali menerapkan sistem pertanian yang lebih berbasis alam dan lebih mengedepankan kearifan lokal tanpa meninggalkan masukan teknologi modern.
“Pemerintah dapat membantu petani dengan kebijakan yang tepat dan program-program yang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh petani. Sebagai contoh petani seringkali enggan menanam padi secara serentak karena khawatir ketika panen raya akan terjadi kelebihan produksi di pasaran sehingga menjadi rendah. Dalam hal ini petani dapat berperan dengan kebijakan sebagai penyangga (buffer) dengan membeli gabah petani dengan harga tinggi, dan sebagainya.”tandasnya.

Share This Post

Berita Terkini