Jenderal top Iran, Qasem Soleimani terbunuh pada Jumat (3/1/20), setelah menjadi target serangan Drone militer Amerika Serikat yang diperintahkan langsung oleh sang Presiden, Donald Trump. Konflik memanas sempat terjadi antara Amerika Serikat dan Iran, tetapi saat ini tensi ketegangan mulai mereda yang mengecilkan peluang akan terjadinya Perang Dunia ke-III.
Tewasnya Soleimani memicu kemarahan besar dari Iran dan mereka merencanakan pembalasan dendam. Bukan isapan jempol belaka, Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) atau Garda Revolusi Iran membuktikan sumpahnya itu dengan meluncurkan lusinan rudal balistik ke pangkalan udara Amerika Serikat yang ada di Baghdad, Irak pada Selasa (7/1/20). Namun demikian, serangan tersebut tidak menimbulkan korban jiwa.
Alih-alih kembali membalas serangan Iran, Donald Trump memilih menarik diri dan tak ingin memperluas konflik seperti yang dikhawatirkan akan terjadinya Perang Dunia III. Hal itu disampaikan Trump dalam pidatonya yang disiarkan televisi dari Gedung Putih, Kamis (9/1/20). Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah, Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A. menilai dibalik sikap Trump yang lebih memilih menahan diri, adalah karena kepentingan politiknya sendiri.
“Sebenarnya Trump itu tidak suka berperang. Alasan dibalik operasi militer AS yang dilakukan kepada Jenderal Iran Soleimani, karena Trump ingin menunjukkan bahwa pengaruhnya sangat kuat, dia berharap dengan melakukan pembunuhan terhadap Jenderal Qasem Soleimani rating dia akan naik lebih kuat lagi. Karena pada tahun 2020 akan ada pemilihan Presiden AS, jadi dia butuh justifikasi, dukungan yang kuat. Sebetulnya ini merupakan konflik di dalam negeri AS sendiri, untuk menunjukkan citra Trump sebagai calon presiden yang kuat,” ujar Bambang ditemui di ruangannya, Sabtu (11/1).
Trump dikabarkan hanya akan memberikan sanksi ekonomi kepada Iran, sanksi yang memang kerap kali diberikan AS kepada Iran. “Tujuan pemberian sanksi ekonomi itu adalah untuk menekan Iran. Itu maknanya luas, pasalnya Eropa tidak bisa bertransaksi bisnis dengan Iran yang mana harus menggunakan mata uang Dollar. Transaksi di seluruh dunia, 80 persen menggunakan Dollar Amerika. Hal tersebut membuat negara-negara lain akan kesulitan melakukan transaksi dengan Iran jika sanksi tersebut diberikan,” imbuh Guru Besar bidang Politik Ilmu Hubungan Internasional UMY ini lagi.
Sehingga kemudian, potensi Perang Dunia III yang digembor-gemborkan sebenarnya kemungkinan besar tidak akan pernah terjadi. Serangan balasan yang dilancarkan Iran pun menurut Bambang Cipto, hanya sebagai bentuk pembalasan sesaat dan tidak akan meluas. “Saya melihat tidak ada potensi invansi luas atau terjadinya perang. Semua orang saat ini memikirkan bisnis dan perang hanya akan menimbulkan kerugian besar. Iran juga tidak memiliki kekuatan sebesar AS, jadi serangan balasan itu ditujukan hanya sebagai pembuktian, bahwa mereka benar akan melakukan sesuai ucapannya dan menunjukkan mereka salah satu negara kuat di Timur Tengah,” pungkasnya. (Hbb)