Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjadi salah satu dari 58 ilmuwan dari Indonesia dalam daftar 2% ilmuwan yang paling berpengaruh di dunia yang dipublikasikan oleh Standford University dan Elseiver BV. Guru Besar Teknik Sipil UMY yang masuk dalam daftar ilmuwan berpengaruh di dunia ini adalah Prof. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T.,M.Eng.Sc. Pemeringkatan Top 2% World Rankings Scientists ini diperbarui pada 20 Oktober 2021 silam dan indikator peringkat ini didasarkan pada c-score yang merupakan jumlah sitasi publikasi yang tidak termasuk sitasi oleh diri sendiri (nonself-citation).
Prof. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar,S.T.,M.Eng.Sc, yang memiliki bidang keahlian geoteknik menceritakan perjalanannya menjadi seorang ilmuwan saat ditemui pada hari Jumat (29/10). Menurutnya, sejak 21 tahun yang lalu saat menjadi dosen UMY, ia sudah menekuni tugas-tugas sebagai dosen salah satunya melakukan aktivitas penelitian.” Sejak memutuskan sebagai dosen, saya berpikir bahwa tugas dosen itu diantaranya mengajar, meneliti dan mengabdi kepada masyarakat. Jadi saya mencoba memahami tugas dosen melalui hal tersebut, terlebih menjadi dosen UMY bertambah satu aspek, yaitu berdakwah, dan saya tidak terlalu banyak melirik pekerjaan-pekerjaan di luar karena saya ingin hidup saya betul-betul dedikasikan untuk menjadi seorang dosen sekaligus berdakwah,” paparnya yang juga aktif sebagai Pengurus Ranting Muhammadiyah di Tamantirto Selatan (PCM Kasihan) dan Argorejo (PCM Sedayu).
Motivasi Sebagai Peneliti
Ruang Laboratorium Komputasi Teknik Sipil UMY merupakan ruang kerja Prof. Agus yang memiliki sumber inspirasi dengan banyaknya tumpukan buku, coretan papan tulis, serta foto-foto capaian yang terpasang di dinding. Di ruangan tersebut, dia bercerita motivasi sebagai peneliti yang sudah melekat sejak 21 tahun silam. ”Prinsip saya adalah agar bisa mengabdikan diri saya sebagai peneliti. Karena saya ingat pesan guru saya kalau jadi dosen ‘jangan tanggung-tanggung’. Dulu banyak yang berpikir, saya meniti karir selama 20 tahun di bidang penelitian ini mungkin belum menjadi hal menarik buat orang lain, karena tidak ada apa-apanya. Tapi bagi saya ini merupakan passion saya di bidang penelitian. Passion itu harus dicapai ketika kita sudah mencapai kemapanan, jika kita belum mapan maka kita belum memiliki passion tersebut,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya.
Motivasi lainnya terinsipasi dari salah satu professor di Drexel University, Amerika Serikat yang menekuni satu bidang dan menjadi peneliti berpengaruh pada bidang geosintesik. ”Saya terinspirasi pada saat saya S1,S2, S3 oleh Professor Robert Koerner, bahkan saya waktu itu membaca bukunya tentang geosintetik, dan beliau juga berasal dari salah satu perguruan tinggi swasta di Amerika yang saat itu tidak terlalu dikenal. Ternyata dia menekuni satu bidang yang tidak ditekuni orang lain dan ia tekuni serius sehingga menjadi orang yang berpengaruh di bidang tersebut. Hal tersebut menjadi motivasi saya untuk menekuni dan meneliti bidang geoteknik,” jelasnya.
Dari motivasinya sebagai peneliti, lulusan program doktoral dari National Taiwan University of Science and Technology ini sudah melakukan banyak penelitian sejak menjadi mahasiswa.”Sejak mahasiswa, saya sudah menekuni penulisan ilmiah dan juga mendapatkan juara tingkat nasional. Sehingga sebetulnya perjalanan yang saya tempuh ini cukup panjang dan tidak instan. Penelitian saya yang mendapatkan paten ini berawal dari ajang-ajang yang saya ikuti ketika masih menjadi mahasiswa. Lalu sejak 1999, yaitu ketika saya menjadi dosen di UMY saya lebih menekuni penelitian saya dan saya publikasikan dalam bentuk jurnal,” paparnya.
Lakukan Penelitian Serius dan Tidak Asal-Asalan
Ilmuwan bidang Geoteknik ini aktif melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil penelitiannya melalui jurnal-jurnal yang berdampak tinggi dengan prinsip serius dan sesuai dengan etika penelitian. ”Sejak jadi dosen saya sudah melakukan publikasi hasil penelitian saya, yaitu sejak tahun 1999. Bahkan penelitian saya banyak disitasi orang itu merupakan penelitian yang sudah saya tulis 20 tahun yang lalu. Dan saya sudah melakukan penelitian sejak lama, dalam bahasanya menurut saya tidak ada yang instan dan butuh proses yang panjang,” jelas prof. Agus yang juga aktif sebagai Takmir Masjid KH Ahmad Dahlan UMY.
Prof. Agus juga menekankan dalam melakukan penelitian ini harus dilakukan serius dan tidak mengejar peringkat indeks. ”Menurut saya, jika meneliti hanya untuk mengejar peringkat, itu terlalu rendah standar kita. Tapi yang menjadi acuan bagaimana publikasi yang baik dan benar dan tidak terjebak untuk mengejar peringkat. Saya khawatir hal tersebut bisa dilakukan dengan menghalalkan segala cara, sehingga yang perlu diluruskan bagaimana publikasi penelitian saya bisa dimanfaatkan oleh orang lain dan orang lain mengikuti penelitian saya. Sehingga penelitian saya memiliki dampak bagi masyarakat. Selain itu, saya masih menjaga kualitas dan etika sebagai peneliti, itu yang paling penting,” jelas professor yang memiliki jumlah sitasi lebih dari 1000.
Fokus Teliti Konstruksi Perbaikan Tanah Longsor
Sejak melanjutkan studi S2 di Universitas of Malaya, Prof. Agus sudah mengembangkan studi perbaikan tanah untuk konstruksi jalan dan sudah mendapatkan hak paten, kemudian pada saat S3 dia mengembangkan penelitian ini terkait perbaikan tanah di bidang tanah longsor. Hal tersebut dipilih menjadi fokus penelitiannya karena kejadian tanah longsor itu merupakan kondisi yang terjadi di Indonesia, dari kondisi seperti itu kemudian dia banyak meneliti dan mempublikasikan fokus pada bidang geo-teknik.
“Penting untuk meneliti isu-isu seputar ke-Indonesia-an bahkan dunia. sehingga isu tentang tanah longsor ini bukan sekedar isu bencana nasional namun juga bisa menjadi isu dunia. Tanah longsor juga merupakan isu global, tidak hanya di Indonesia sehingga yang coba saya teliti seperti perbaikan tanah ini merupakan hal yang perlu ditekuni,” jelas penulis buku ‘Tanah Longsor’ ini lagi.
Melalui kontribusi penelitian bidang Geoteknik pada isu tanah longsor, Prof. Agus terlibat dalam penelitian sistem peringatan dini bencana longsor kerjasama antara Belanda, UMY dan Kementerian PUPR.” Semua penelitian yang saya lakukan sudah beberapa diaplikasikan, salah satunya pada sistem peringatan dini bencana longsor, dan ini kerjasama dengan Belanda, UMY dan Kementerian PUPR. Harapan saya bisa berkontribusi banyak di bidang yang saya tekuni, melakukan prediksi, peringatan dini bencana longsor, dan harapan saya penelitian ini bisa dikembangkan menjadi produk yang diakui oleh universitas, skala nasional dan dunia internasional,” paparnya.
Penting Kaderisasi Penerus dan Apresiasi Peneliti
Mendapatkan prestasi sebagai ilmuwan berpengaruh di dunia merupakan hal yang patut disyukuri oleh Prof. Agus dan mendedikasikan diri sepenuhnya untuk menjadi seorang peneliti sehingga bermanfaat bagi masyarakat sekitar. “Ke depannya saya bisa menulis dan meneliti dan yang paling penting saya bisa mengkader mahasiswa saya sebagai penerus saya untuk melakukan penelitian. Sejak 2009 saya sudah mengkader anak-anak dan mahasiswa saya dengan mereka bisa sekolah S2 di luar negeri dan itu artinya saya sudah senang. Saya optimis banyaknya penerus-penerus di bidang yang saya tekuni,” tandasnya.
Menurutnya dengan jumlah 58 ilmuwan di Indonesia merupakan jumlah yang sedikit dibanding negara lain tapi menariknya walaupun menurut beberapa negara lain hal tersebut menjadi hal biasa, namun perguruan tinggi negara lain tetap memberikan penghargaan dan apresiasi tinggi kepada para penelitinya dengan memberikan penghasilan yang berbeda. ”Di Indonesia, pencapaian tersebut belum dihargai dan diapresiasi dengan diberikan penghasilan yang berbeda. Ini bisa menjadi titik perhatian khusus sehingga harapan saya universitas di Indonesia bisa lebih menghargai lebih kepada peneliti-peneliti yang memiliki dedikasi tinggi. Jika ingin memiliki universitas bereputasi tinggi, seharusnya peneliti diberikan apresiasi yang lebih,” tutupnya. (Sofia)