Berita

Temuan Virus Omicron di Indonesia, Alarm Kesiapsiagaan untuk Civitas Akademika

Pandemi COVID-19 di Indonesia nyatanya belum juga usai. Hal ini ditunjukkan dengan masuknya kasus varian baru yakni SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau dikenal dengan Omicron. Sebelumnya, varian Omicron pertama kali dilaporkan kepada WHO dari Afrika Selatan pada tanggal 24 November 2021. Beberapa minggu terakhir ini, Kementerian Kesehatan mengumumkan sebanyak tiga kasus varian Omicron terkonfirmasi masuk ke Tanah Air. Terdeteksinya kasus pertama, kedua, dan ketiga penularan varian Omicron di Indonesia kembali menjadi alarm kesiapsiagaan bagi seluruh komponen masyarakat, termasuk civitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

dr. Agus Widiyatmoko, Sp.PD., M.Kes., Direktur Utama Rumah Sakit Asri Medical Centre (RS AMC) mengatakan bahwa virus Omicron merupakan virus RNA atau Ribonucleic Acid. Dimana virus tersebut mempunyai ciri khas rantai tunggal dengan jumlah mutasi yang tinggi untuk tetap bertahan hidup di dalam tubuh manusia. “Dia selalu berusaha membuat perubahan agar dapat bertahan hidup salah satunya dengan melakukan mutasi. Kemampuan mutasinya luar biasa” terangnya saat ditemui di AMC UMY pada Senin (20/12).

Ia juga menambahkan perihal mutasi yang paling sering terjadi dalam virus ini tidak lain melalui modifikasi pada kulit luar alias mahkota. Karena mahkota tersebut dapat menempel ke reseptor dalam tubuh dan menginfeksi. Disinilah tentara tubuh bekerja apakah dapat mengelabui virus ataupun sebaliknya.

Menurutnya, tentara tubuh dibagi menjadi dua yakni tentara tubuh secara alami atau naif dan tentara tubuh yang sudah terlatih. Tentara tubuh yang terlatih terdapat pada orang-orang yang sudah divaksin. Sehingga, tentara tubuh dapat menangkap virus yang akan menempel dan tidak terjadi infeksi yang berat. Sebaliknya dengan tentara tubuh yang belum terlatih, risikonya menjadi meningkat bagi orang yang tidak divaksin yaitu mendapatkan gejala lebih berat.

Dalam hal ini, vaksinasi menjadi kunci utama. Sebagaimana yang diberlakukan di Eropa dan Amerika saat ini dalam menghadapi gelombang ke-5 Omicron dengan menambah vaksinasi. “Kalau sudah divaksin lebih safety. Vaksinasi apapun yang kita terima membuat tentara tubuh kita terlatih mencegah virus dalam tubuh,” tegasnya.

Selain vaksin, masker menjadi kunci kedua yang terpenting. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa masker menjadi salah satu faktor yang menurunkan angka kematian.

Meskipun sampai saat ini hasil dari data kasus Omicron masih sangat kecil, Omicron dipastikan akan menyebar mengingat pergerakan manusia yang tidak mungkin dihentikan. “Seiring dengan meluasnya pergerakan orang, maka penyebaran infeksi pasti akan terjadi. Ditambah lagi dengan gejalanya lebih ringan dan lebih mudah menempel,” jelasnya.

Meski demikian, UMY tetap mengupayakan bagaimana berkegiatan dengan aman sebagaimana yang diinginkan Rektor dan seluruh pemangku kebijakan.

Terkait wacana kuliah 100% offline, UMY akan terus menyesuaikan dengan kondisi dan bertahap. “100% kuliah offline bisa dicapai jika semua orang patuh. Kalau kepatuhan menurun, kita evaluasi dan ingatkan kembali.” ujar Agus yang juga sebagai konsultan medis ICS UMY.

Agus juga menambahkan bahwa UMY melalui ICS tetap akan konsisten memberikan edukasi. Baik yang ditujukan kepada civitas UMY atau kepada masyarakat umum untuk menjaga prokes di tengah wabah Omicron yang sudah masuk di Indonesia agar tidak menciptakan mutasi baru.

Oleh karenanya, ia menegaskan bahwa kerjasama segenap civitas akademika baik itu tenaga pendidik, dosen, maupun mahasiswa sangat diperlukan guna menghindari tiga resiko yaitu menularkan, tertular, dan menyebabkan terjadinya mutasi baru.

Dalam penutupnya, ia mengimbau kepada kita semua agar tidak lengah dan lelah dalam menerapkan protokol kesehatan dimanapun dan kapanpun. Karena kita masih berhadapan dengan penyebaran dan harus memutus rantai tersebut. (nsn)