Berita

Bangun Persepsi Yang Sama, PERPUSNAS RI Sosialisasi Kebijakan Layanan ISBN

Sejak ditetapkannya Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 5 tahun 2022 tentang Layanan International Standard Book Number (ISBN), dalam implementasinya, peraturan ini masih banyak menimbulkan pertanyaan dan kontroversi. Hal ini disebabkan pemahamam dan persepsi yang belum sama antara admin Layanan ISBN dengan admin penerbit.

“Kami menyadari perubahan regulasi tidak semudah kita membalikan telapak tangan. Perubahan regulasi perlu effort dari berbagai aspek, selain kemampuan dan kecakapan admin juga perlu anggaran yang bisa mensupport berlangsungnya layanan. Perubahan kebijakan yang kami tetapkan menuntut kami untuk mengembangkan fitur-fitur pada aplikasi ISBN, juga meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan semua pemangku kebijakan yang saling terkait,” ujar Suharyanto, S.Sos, M.Hum, Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia saat menyampaikan sambutannya pada selasa (21/3) di Gedung AR Fakhruddin A lantai 5, UMY, dalam acara Sosialisasi Kebijakan Layanan ISBN yang diselenggarakan oleh Lembaga Riset dan Inovasi UMY.

Awal tahun 2022, bukti pelaporan penggunaan ISBN mendapatkan beberapa catatan merah yang harus disikapi oleh penyelenggara layanan ISBN di Indonesia. Ketidakseimbangan antara jumlah ISBN yang dikeluarkan dengan buku yang benar-benar terbit menjadi masalah besar yang harus segera diambil solusinya.

“Fenomena ini menjadi dasar bagi kami untuk melakukan pembenahan dan penataan kembali layanan ISBN kepada para penerbit. Dengan segala pertimbangan dan mengacu pada dasar hukum sebagai pijakan kami melakukan layanan,” lanjut Suharyanto.

Oleh karena itu, menurutnya, sosialisasi ini penting untuk menyegarkan para penerbit terkait penerbitan buku dan perpustakaan. Melihat peta sebaran penerbit di Indonesia menunjukkan 10.159 total penerbit di Indonesia, terbanyak DKI Jakarta, diikuti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai urutan kelima. Begitupun dengan hasil indeks literasi masyarakat yang menunjukkan Yogyakarta meraih urutan pertama tingkat kegemaran membaca masyarakat, yakni 72 %.

Suharyanto berharap melalui kegiatan ini dapat terbangun sinergi dan kolaborasi agar dapat melahirkan persepsi bersama. “Mari kita bangun sinergitas dan kolaborasi agar kita memiliki persepsi yang sama sehingga dapat melangkah bersama untuk mewujudkan dunia perbukuan di Indonesia yang baik dan berkualitas, serta upaya peningkatan literasi di Indonesia, ” harapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ir. Sukamta, MT, IPM, Wakil Rektor Bidang Akademik UMY juga mengatakan bahwa ISBN sangat penting karena menjadi satu-satunya identitas sebuah buku.

“Standard Book Number ini sangat penting karena menjadi satu-satunya identifikasi sebuah buku, walaupun diterbitkan di negara masing-masing, tapi ini berlaku internasional dan diakui juga di negara-negara lainnya. Begitu juga yang di terbitkan oleh negara lainnya, itu juga diakui oleh negara kita. Ada kesepakatan dan kesepemahaman tentang penomoran 13 digit yang unik yang menunjukkan identifikasi sebuah buku, ” pungkas Sukamta. (Mut)