Berita

Bakti UMY Bagi Masyarakat: Ciptakan Inovasi, Perluas Jaringan Internasional

Menjadi peternak merupakan pilihan profesi yang banyak dipilih oleh warga di Dusun Srunggo II yang berlokasi di desa Selopamioro, kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Dengan adanya sekitar 20 kandang binatang ternak seperti kambing, terdapat lebih dari 120 ekor kambing yang dikelola oleh warga desa tersebut untuk kemudian dijual maupun diolah. Endra, seorang peternak berusia 59 tahun menjadi satu dari sekian peternak di Desa Srunggo II yang menggantungkan hidupnya dari hasil jerih payah merawat binatang ternak tersebut.

Apa yang dikerjakan oleh Endra dan para peternak kambing lain ternyata belum cukup mampu untuk menghasilkan hewan ternak yang sehat dan menarik untuk dijual. Tentu hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan usaha dalam penjualan kambing yang bagus, terutama dengan adanya kondisi kandang yang tidak higienis. Keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup hewan ternak di Desa Srunggo II tidak hanya dirasakan oleh warganya, namun juga para mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang kemudian berhasil menciptakan alat pemisah kotoran kambing.

Alat tersebut merupakan hasil inovasi mahasiswa UMY yang bekerja sama dengan Singapore Polytechnic, dan menjadi solusi tidak hanya untuk kesehatan hewan ternak namun juga pergerakan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat. Adanya alat yang diberi nama Automated Waste Separator (AWS) memungkinkan para peternak untuk memisahkan kotoran padat dengan cair dari kambing yang berdampak bagi kesehatannya. Ini termasuk mengolah kotoran yang sudah dipilah untuk menjadi pupuk kompos yang siap untuk dijual.

“Saat kami melihat permasalahan yang dihadapi para peternak, hal yang paling mendesak adalah higienitas dari hewan, dimana kotoran berupa sekresi langsung terbuang dan menumpuk di dalam kandang. Alat AWS dapat membantu mengumpulkan serta memilah kotoran padat dan cair secara otomatis. Proses ini dapat menciptakan kondisi kandang yang lebih sehat sekaligus meningkatkan kualitas dari hewan ternak itu sendiri,” ujar Rezha Edmanda, mahasiswa UMY yang terlibat dalam proses penciptaan alat AWS saat ditemui Jumat (11/10).

Dalam pengoperasiannya menurut Rezha, alat ini diletakkan di bawah kandang kambing guna mengumpulkan seluruh kotoran, untuk kemudian dipisah komponen yang masih dapat dimanfaatkan dan yang tidak. Kotoran yang telah melalui sensor penyaringan senyawa akan secara otomatis dipindahkan ke konveyor serta komposter dan diolah menjadi kompos. Alat AWS sendiri telah secara resmi diserahkan kepada masyarakat Desa Srunggo II pada Rabu (9/10) yang diterima langsung oleh Lurah Selopamioro. Alat AWS ini juga menjadi alat pertama yang berhasil diwujudkan secara nyata serta diberikan langsung kepada masyarakat oleh UMY dan Singapore Polytechnic dalam program Kuliah Kerja Nyata Learning Express (KKN LeX).

Apresiasi Menteri Singapura

Kerja sama pengabdian yang telah dilakukan mahasiswa UMY dan Singapore Polytechnic selama ini, juga mendapatkan apresiasi tinggi dari salah satu menteri Singapura. Gan Siow Huang, Menteri Negara untuk Pendidikan Singapura menyampaikan rasa bangganya terhadap jalinan kerja sama antara UMY dengan Singapore Polytechnic. Hal tersebut ia sampaikan saat UMY menghadiri acara International Learning Festival yang diselenggarakan di Singapura pada September lalu. UMY mendapatkan apresiasi atas kemitraan yang telah berjalan selama 11 tahun dengan Singapore Polytechnic dan turut berkontribusi memnberikan dampak bagi pemberdayaan masyarakat di Indonesia.

Pemberdayaan yang berbasis konsep design thinking merupakan luaran dari kerja sama antara UMY dengan Singapore Polytechnic yang bernama Learning Express (LEX). Dengan dibalut program pengabdian masyarakat melalui Kuliah Kerja Nyata, UMY pun menjadi satu-satunya mitra Singapore Polytechnic yang telah mengembangkan prototype dari inovasinya dan dipamerkan dalam acara International Learning Festival.

Wakil Rektor UMY bidang Kemahasiswaan, Alumni dan AIK, Prof. Faris Al-Fadhat, Ph.D. yang menghadiri acara tersebut menyebutkan bahwa UMY dan Singapore Polytechnic sama-sama menitikberatkan kepada empati yang dibangun dalam berinteraksi di masyarakat. Faktor empati memiliki peran penting dalam konsep design thinking selama pengabdian masyarakat, sehingga menjadi penting untuk menyadari bahwa prinsip yang dibawa ke masyarakat tidak selalu dapat diterima, kendati dengan tujuan untuk mengabdi.

“Nilai pelajaran yang dibawa oleh UMY dan Singapore Polytechnic adalah untuk membantu masyarakat sambil memahami kearifan lokal. KKN LEX menjadi program yang memiliki bagian integral dari KKN Internasional di UMY secara keseluruhan, dimana embrio-nya dimulai dari kerja sama dengan Singapore Polytechnic selama satu dekade terakhir,” imbuhnya.

Sebagai mitra pertama sejak 2013, UMY konsisten untuk menerapkan skema community empowerment yang dipadukan dengan konsep design thinking dari Singapore Polytechnic. Dengan membina beragam desa yang potensial untuk berkembang serta mandiri secara ekonomi dan lingkungan berkelanjutan, kedua perguruan tinggi berkomitmen untuk terus menitikberatkan peningkatan kapasitas yang sekaligus menjadi upaya pembangunan di masyarakat. (ID)