Regulasi terkait Kawasan Tanpa Rokok yang menjadi perhatian utama dari Kementerian Kesehatan terus diperluas cakupannya, sebagai area yang dilarang adanya segala aktivitas terkait dengan rokok, sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Perguruan Tinggi sebagai tempat proses belajar mengajar yang merupakan bagian dari 7 tatanan Kawasan Tanpa Rokok dijadikan salah satu prioritas oleh Kementerian Kesehatan untuk mencegah adanya perokok pemula.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang memiliki misi untuk memutus kegiatan merokok di kalangan mahasiswa pun turut ambil bagian dalam strategi pengoptimalan untuk pencegahan dan pengendalian rokok. Salah satu upayanya adalah dengan menerapkan program Kampus Sehat dari Kementerian Kesehatan.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kementerian Kesehatan RI, dr. Benget Saragih, M.Epid. bersama tim mengunjungi UMY pada Selasa (5/11) dalam agenda penguatan implementasi Kampus Sehat, utamanya Kawasan Tanpa Rokok. Menurunkan prevalensi perokok di kalangan generasi muda adalah tujuan dari agenda tersebut, dimana menurut dr. Benget berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 menunjukkan tingginya prevalensi perokok usia 15-19 tahun.
“Ini selaras dengan meningkatnya proporsi faktor resiko penyakit tidak menular, dimana merokok sebagai salah satunya memiliki proporsi di angka 28,9% untuk usia 15 tahun ke atas, diikuti dengan peningkatan proporsi merokok dalam ruangan menjadi 81,5%. Ini diakibatkan salah satunya karena target pasar dari industri rokok adalah kalangan muda, yang melalui program Kementerian Kesehatan telah diupayakan untuk memperkuat pengendalian tembakau,” ungkap dr. Benget.
Adanya program Kampus Sehat yang mencakup penerapan Kawasan Tanpa Rokok telah membatasi peredaran rokok di lingkungan perguruan tinggi. UMY yang juga memiliki komitmen ‘zero tolerance’ salah satunya untuk rokok pun dianggap telah sesuai dengan prinsip kepatuhan Kawasan Tanpa Rokok dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Beberapa ketentuan yang terkandung diantaranya adalah tidak adanya orang merokok, tidak adanya ruangan merokok, tidak ditemukan penjualan rokok, dan tidak ditemukan iklan atau promosi rokok di seluruh area perguruan tinggi.
Apresiasi pun disampaikan oleh dr. Benget atas komitmen UMY yang tidak mentoleransi rokok di lingkungannya, yang dapat diperkuat dengan program tematik Kampus Sehat untuk implementasi Kawasan Tanpa Rokok. Menurutnya, ini dapat ditindaklanjuti dengan penguatan program Upaya Berhenti Merokok (UBM) di perguruan tinggi. Ia berharap UMY dapat menjadi pionir, mengingat belum ada perguruan tinggi yang menerapkan program UBM.
Kawasan Tanpa Rokok sudah diterapkan di UMY sejak 2014 yang diinisiasi dengan dibentuknya Muhammadiyah Tobacco and Control Center di UMY. Wakil Rektor UMY bidang Sumber Daya Manusia, Prof. Dr. Nano Prawoto, M.Si. menyampaikan bahwa UMY telah memiliki aturan dan regulasi yang jelas terkait pelarangan rokok namun masih perlu mempertegas penerapannya. Nano yang juga Penanggung Jawab program Kampus Sehat Senyaman Taman di UMY ingin agar adanya pengembangan program termasuk mengadopsi program UBM dari Kementerian Kesehatan.
“Bagi saya ini program yang penting, karena saya pikir akan sangat sulit untuk membuat seseorang berhenti merokok, namun setidaknya dapat dikurangi. Target kami untuk saat ini adalah menanamkan pemahaman bagi seluruh civitas academica UMY tentang dampak dari konsumsi rokok, salah satunya dengan penyediaan konseling dan bimbingan agar bisa berhenti merokok,” pungkas Nano. (ID)