Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam sebagai negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang mayoritas masyarakatnya muslim wajib berhati-hati dalam menentukan makanan yang akan dikonsumsi. Walaupun banyak makanan yang sudah memiliki label halal, tetapi kita tetap harus memperhatikan makanan yang masuk ke dalam tubuh, apakah makanan tersebut sudah halal dan toyyib (halal dan baik) sesuai syariat Islam.
Banyaknya ketidakpastian terkait kehalalan dan baiknya makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat ini menjadi hal yang dikritisi oleh apt. Sabtanti Harimurti, M.Si., Ph.D dosen Program Studi (Prodi) Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Riset kolaborasi berjudul “Safeguarding Halalan-Toyyiban Standards: A Study on Critical Control Points in Agricultural Practices in Malaysia, Brunei and Indonesia” ini menjadikan Sabtanti dan timnya meraih medali emas dan penghargaan spesial (Special Award) pada 4th Innovation Bank Challenge (IBC) 2024 di University Sains Islam Malaysia (USIM) Malaysia, pada Oktober lalu.
Dua penghargaan tersebut berhasil diraih Sabtanti dan tim berkat riset kolaborasinya bersama peneliti dari International Islamic University Malaysia (IIUM), Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam, dan USIM dalam mengkritisi poin-poin apa saja yang membuat makanan menjadi halal dan baik.
Saat ditemui tim Humas pada Senin (25/11), Sabtanti menjelaskan, riset ini mencari titik dimana sebuah makanan itu benar-benar terdeteksi halal. Ia juga mencontohkan sumber protein dari ayam yang dikonsumsi masyarakat itu apakah dipelihara dengan baik dan disembelih dengan syariat Islam. Hal inilah yang wajib diperhatikan khusus bagi masyarakat muslim.
“Riset kami menentukan dan mencari kritikal poin atau titik-titik kritis dimana saja letak makanan halal itu ditentukan. Contohnya ayam yang dikonsumsi masyarakat asalnya dari mana, disembelih dengan asma Allah atau tidak karena konsepnya kan halalan toyyiban. Kemudian dirujuk lagi kepada yang memelihara. Apakah yang memelihara memberikan pakan ternak ayam yang baik. Hal ini menjadi penting dan kritis ketika kita ingin lebih sadar tentang halal,” jelas Sabtanti.
Menurut Sabtanti perolehan dua penghargaan tersebut karena kolaborasi tim dari berbagai negara yang memiliki jumlah penduduk muslim cukup banyak. Jika di negara yang masyarakatnya mayoritas muslim, masyarakat harus lebih waspada dengan sumber protein yang dikonsumsi.
“Salah satu penilaian yang akurat mungkin karena tim kita berasal dari negara yang mayoritas masyarakatnya muslim seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kalau di negara kita karena mayoritas muslim jadi kita harus lebih waspada, apakah benar semua prosesnya memenuhi syariat Islam,” kata Sabtanti.
Penelitian yang akan berlangsung hingga Oktober 2025 ini, tidak hanya mengkritisi pada sumber protein ayam, tapi juga memerhatikan sumber protein ikan dan semua sumber makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
“Riset kolaborasi antara IIUM & USIM dr Malaysia, UMY Indonesia, dan UNISSA Brunei Darussalam memiliki tenggat waktu dari 2023 sampai Oktober 2025. Cakupan riset ini tidak tentang ayam saja tetapi perikanan juga. Apakah semua yang dikonsumsi masyarakat menurut kajian Islam itu halal. Kita wajib kritis akan hal itu,” tegas Sabtanti yang juga merupakan Kepala Divisi Penguatan Riset, Lembaga Riset dan Inovasi (LRI) UMY.
Karena ini merupakan riset kolaborasi dari beberapa negara, Sabtanti menceritakan bahwa terdapat tantangan yang dihadapi seperti komunikasi. Dalam penyusunan riset ini Sabtanti dan tim harus melakukan meeting online untuk fiksasi tujuan penelitian dan proposal yang diajukan. Hal ini terjadi karena perbedaan waktu negara dan kesibukan dari masing-masing anggota tim.
Sabtanti dan tim berharap, melalui penelitian dan riset yang dilakukan yang mendapat penghargaan ini dapat menjadi informasi kuat ataupun sumber bacaan mengenai konsep makanan halalan toyyiban. Kemudian hasil dari riset ini juga menjadi luaran publikasi yang terindeks kepada platform jurnal terkenal.
“Output dari riset ini diharapkan menjadi informasi kepada masyarakat luas bagaimana konsep halalan toyyiban tentang makanan yang dikonsumsi. Luaran publikasi bisa terindeks scopus yang bisa dibaca semua orang dan menjadi acuan kritikal point halalan toyyiban, harap Sabtanti. (Ndrex)