Berita

Trump Tutup USAID, Pakar HI UMY: Harus Jadi Evaluasi Pemerintah Untuk Tidak Bergantung Pada Bantuan Asing

Keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk menghentikan aliran dana bantuan luar negeri melalui USAID (United States Agency for International Development) atau Lembaga Pembangunan Internasional Amerika selama 90 hari membuat publik dunia terkejut, tak terkecuali Indonesia sebagai salah satu penerima bantuan USAID. Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr. Ratih Herningtyas, M.A., merespon hal tersebut dan mengungkapkan dampaknya bagi Indonesia.

Ratih mengatakan keputusan ini seharusnya bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada bantuan asing. Mengingat bantuan tersebut juga merupakan alat diplomasi yang digunakan negara donor untuk memenuhi kepentingan strategisnya.

“Pemerintah harus menyadari bahwa bantuan asing itu tetap alat politik yang akan digunakan negara asing, selama dia bisa memenuhi atau mengamankan kepentingan strategisnya,” katanya kepada Humas UMY, Sabtu (8/2).

Meskipun begitu, keputusan ini tentu membawa dampak bagi negara-negara penerima bantuan, salah satunya Indonesia. Sejumlah proyek yang telah berjalan, seperti program kesehatan terkait stunting, polio, TBC, serta proyek-proyek anti korupsi dan tata kelola pemerintahan, terancam terganggu.

Sehingga, yang bisa dilakukan saat ini oleh pemerintah Indonesia menurut Ratih adalah memastikan kelanjutan proyek-proyek ini tetap bisa berjalan tanpa bantuan dana dari USAID. Pemerintah Indonesia harus segera mencari alternatif pendanaan dari lembaga donor internasional lainnya, seperti Australia melalui AusAID, atau negara-negara maju lainnya yang memiliki lembaga serupa.

Namun, dampaknya akan sangat bergantung pada seberapa cepat alternatif pendanaan dapat ditemukan. Proses pencarian dana dari lembaga donor lain memerlukan waktu dan prosedur yang cukup rumit, mulai dari penyesuaian proposal hingga pemenuhan standar dari masing-masing lembaga. Meskipun APBN dapat menjadi salah satu solusi sementara, namun dengan adanya efisiensi anggaran yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, kemungkinan besar target-target proyek tersebut akan mengalami penundaan atau bahkan kegagalan untuk dipenuhi sesuai dengan yang diharapkan.

“Karena dananya dihentikan, artinya Indonesia harus berpikir untuk memastikan proyek yang sudah berjalan tidak mangkrak. Harus mencari alternatif pendanaan baru, paling tidak untuk memastikan target dari proyek itu tercapai. Akan tetapi melihat situasi sekarang itu kan tidak mudah karena pemerintah sedang melakukan efisiensi, pemotongan berbagai anggaran,” tandasnya.

Oleh karena itu, Indonesia perlu merencanakan alternatif jangka panjang agar proyek-proyek strategis tetap berjalan tanpa bergantung pada bantuan luar negeri. Pemerintah juga harus memahami bahwa bantuan asing hanyalah sebagai tambahan dana yang bisa membantu percepatan sebuah program, bukan menjadi sumber utama pendanaan bagi proyek-proyek strategis.

“Kebijakan Trump ini menjadi pengingat bagi Indonesia untuk lebih mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan luar negeri yang sewaktu-waktu bisa dihentikan. Ke depan, Indonesia perlu memperkuat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan prioritas dalam negeri, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara donor untuk memastikan kelancaran proyek-proyek pembangunan yang penting bagi kesejahteraan rakyat,” tuturnya.

Lebih jauh, Ratih mengungkapkan, sebetulnya Trump ingin menunjukkan hasratnya bahwa Amerika adalah negara yang eksepsionis. Dalam kajian hubungan internasional, eksepsionalisme Amerika merujuk pada pandangan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang unik, unggul, dan berbeda dari negara lain. Kebijakan Trump, termasuk penghentian USAID, Menurut Ratih bisa dilihat sebagai manifestasi dari eksepsionalisme ini, di mana Amerika merasa memiliki hak untuk bertindak sesuai dengan kepentingan nasionalnya, bahkan jika itu bertentangan dengan norma-norma internasional.

“ Ini keinginan untuk menunjukkan dirinya eksepsionis., Trump sendiri sering kali menyatakan “American First,” itu bentuk bahwa sebagai bangsa yang berbeda, unggul, unik, Amerika harus menjadi prioritas, Amerika bisa melakukan apa saja termasuk hal-hal yang menurut negara lain dianggap melanggar berbagai aturan hukum dan norma,” pungkas Ratih. (Mut)