Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali mengukuhkan guru besar. Kali ini 3 Guru Besar Perempuan yang juga merupakan aktivis Aisyiyah tersebut, dikukuhkan di Ballroom UMY Student Dormitory, Selasa (25/2).
Tiga Guru Besar Perempuan tersebut yaitu, Prof. Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes, AAK, Prof. Dr. Ika Nurul Qamari, S.E., M.Si. dan Prof. Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si.
Prof. Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes., AAK sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Ranting Ilmu Pelayanan Kesehatan, menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Pelayanan Kesehatan Inklusif: Membangun reputasi dan kepercayaan masyarakat”.
Prof. Dr. Ika Nurul Qamari, S.E., M.Si Guru Besar Bidang Manajemen Sumberdaya Manusia dan organisasi menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Kemampuan Interaksi transformasi dan kinerja berkelanjutan menuju organisasi berkelanjutan”.
Sementara Prof. Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si Guru Besar bidang Kepakaran Politik Lokal menyampaikan orasi berjudul “Politik Dinasti dan Kemunduran Demokrasi di Indonesia: Tantangan bagi Partai Politik”.
Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si., Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah hadir memberikan sambutan dan memberikan pesan penting kepada ketiga Guru Besar Perempuan yang baru dikukuhkan tersebut. Ia mengingatkan untuk terus belajar dari para pendiri dan penggerak Aisyiyah. Karena para penggerak Republik ini berasal dari kaum perempuan yang terlibat dalam Kongres Perempuan pertama pada tahun 1928.
“Mereka adalah selain sosok-sosok perempuan ilmuwan, tapi mereka juga menjadi pejuang dan penggerak kemerdekaan,” kata Haedar.
Menurut Haedar, mereka bukan hanya perempuan ilmuwan, tetapi juga pejuang kemerdekaan yang berperan besar dalam perjuangan bangsa. Setelah kemerdekaan, banyak dari mereka yang terus menjadi tokoh penting dalam pembangunan dan kemajuan Indonesia.
“Perjuangan mereka harus menjadi panggilan bagi perempuan yang ada di kampus, apalagi perempuan Aisyiyah yang ada di kampus ini,” tandas Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi UMY tersebut.
Haedar juga menekankan pentingnya melampaui isu-isu kesetaraan gender yang sudah sejak lama diperjuangkan oleh Aisyiyah dan Muhammadiyah. Menurutnya, kita tidak boleh terjebak pada isu-isu parsial terkait kesetaraan gender, karena isu kesetaraan antara perempuan dan laki-laki adalah isu yang sangat kompleks. Ia mengingatkan bahwa isu tersebut tidak dapat dilihat hanya dari satu sudut pandang, terutama dari perspektif sekuler atau liberal.
Islam mempunyai pandangan dan perspektif berkemajuan tentang hubungan antara perempuan dan laki-laki. Dalam Islam, manusia terbaik, baik laki-laki maupun perempuan, bukan sekadar soal kesadaran hak tapi juga kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi banyak orang.
Ia pun mengungkapkan kebanggaannya atas semakin banyaknya Guru Besar perempuan di perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, termasuk di UMY. Haedar berharap, kehadiran Guru besar dapat menjadi kekuatan dalam mencerdaskan umat, bangsa, dan memberikan manfaat bagi semesta.
“Maka saya percaya, makin bertambahnya guru besar perempuan di seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, termasuk di kampus UMY ini. Selain kami bangga, jadilah pejuang-pejuang untuk mencerdaskan umat, bangsa, dan kemaslahatan semesta. Ibu merupakan mozaik yang mahal dan akan makin mahal harganya ketika digunakan untuk mencerahkan kehidupan,” harap Haedar.
Dengan dikukuhkannya 3 guru besar baru UMY tersebut, saat ini UMY sudah memiliki 49 guru besar. (Mut)