‘Aisyiyah merupakan mitra strategis dari Muhammadiyah yang memiliki perspektif positif. Mitra strategis ini relatif tidak ada diskriminasi gender karena ada hubungan yang terintegrasi serta berdampingan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin, M.A., dalam sambutannya dalam Seminar dan lokakarya Pra Muktamar Muhammadiyah ke -46 Jelang Satu Abad ‘Aisyiyah, di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (17/4).
Din juga memaparkan jika ‘Aisyiyah merupakan perpanjangan tangan dari Muhammadiyah yang diberi tanggung jawab untuk mengembangkan dakwah dalam masyarakat. “ ‘Aisyiyah juga menjadi simbolisasi perempuan muslimah yang ideal menurut Muhammadiyah yang nantinya melakukan transformasi kader,” tambahnya.
Din mengatakan jika rapuhnya bangsa ini karena berpangkal pada keluarga. Untuk itu, sebagai gerakan perempuan, ‘Aisyiyah juga berorientasi sebagai gerakan kekeluargaan. Aisyiyah menjadi gerakan perempuan dan kaum ibu yang memberi perhatian bagi keluarga, dimana seorang ibu akan menyiapkan generasi yang lebih baik bagi masa yang akan datang. “Gerakan ini mampu kembali kepada keluarga yang sakinah dalam arti yang seluas-luasnya, tak hanya mempunyai keluarga yang tenteram, namun juga keluarga yang berfungsi untuk menyiapkan generasi yang lebih baik bagi masa depan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Prof. Dr. Hj. Siti Chamamah Soeratno, memaparkan ‘Aisyiyah sebagai bagian dari pelaku gerakan Muhammadiyah merupakan human resources bagi kegiatan Muhammadiyah. “Gerakan perempuan ‘Aisyiyah telah melibatkan sumber daya manusianya dalam kegiatan persyarikatan Muhammadiyah sesuai dengan kebutuhan mengingat situasi yang berkembang dan relevan saat ini. Hal ini dapat dilihat dari kualitas diri dan prestasi ‘Aisyiyah untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan amal usaha Muhammadiyah,” ujarnya.
Chamamah juga menuturkan jika perempuan ‘Aisyiyah bahkan telah mengupayakan delapan program Millennium Development Goals (MDG) yang digagas Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB), terutama dalam hal pendidikan bagi semua pihak. “Ini sebagai bagian kiprah gerakan perempuan ‘Aisyiyah bagi masyarakat di era saat ini,” tambahnya.
Namun, semua kualitas dan prestasi yang telah dicapai ‘Aisyiyah tersebut tidak lantas cukup untuk dibanggakan. “Lebih dari itu, semua hal tersebut tetap menjadi tuntutan dan perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan untuk menyongsong Muhammadiyah di abad selanjutnya, yaitu abad dua,” tegas Chamamah. Ia pun berharap seminar dan lokakarya ini mampu menjadi wadah untuk membicarakan, mendiskusikan, serta mengintrospeksi apa yang telah dan akan dikerjakan Muhammadiyah dalam abad ke dua ini.
Seminar dan lokakarya ini diselenggarakan pada hari ini hingga esok, Minggu (18/4) dalam rangka Pra Muktamar Muhammadiyah ke -46 Jelang Satu Abad ‘Aisyiyah.
Beberapa topik seperti Pandangan Islam Tentang Kemanusiaan dan Perempuan, Perspektif dan Orientasi Gerakan Perempuan Muslim dalam Konteks Kekinian, Perempuan dalam Realitas Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini, diagendakan akan menjadi fokus diskusi pada hari ini dan hari kedua, tema diskusi lebih difokuskan terkait ‘Aisyiyah dalam Dinamika Gerakan Perempuan Indonesia, Aktualisasi Gerakan Perempuan dalam Muhammadiyah, serta Lokakarya dan perumusan hasil seminar.