Berita

Angka Perceraian dan Pernikahan Usia Dini Masih Tinggi, Dosen UMY Galakan Gerakan Anti Perceraian

Dewasa ini, angka pernikahan di Kabupaten Sleman masih terbilang cukup tinggi. Pada tahun 2017 tercatat ada 89 dispensasi pernikahan dini pada data Pengadilan Agama Setempat (PA). Bahkan pada tahun 2015 dan 2016 angka itu berada di atas 100. Melihat fenomena ini, dua dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melakukan program pengabdian masyarakat di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Dalam kurun waktu tiga bulan, Dr. Suciati, S.Sos, M.Si dan Nur Sofyan, S.I.Kom.,M.I.Kom akan melakukan penyuluhan, pendampingan, dan sosialisasi, kegiatan ini dimulai sejak Sabtu, 23 Februari 2019 lalu.

“Pernikahan dini dari hari ke hari semakin meningkat, sementara hal itu sangat tidak dianjurkan oleh berbagai pihak. Dampak yang ditimbulkan sangat merugikan anak itu sendiri, antara lain dapat putus sekolah, pada sisi perempuan pun alat reproduksinya belum siap untuk dibuahi, dan mereka pun belum siap mental yang dapat menimbulkan konflik berujung perceraian. Angka perceraian di Indonesia terbilang cukup tinggi. Dalam satu tahun ada sekitar empat ratus ribu kasus dan paling banyak terjadi dari pasangan usia dini,” ujar Suciati saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (26/2).

Faktor terjadinya pernikahan usia dini yang dilakukan oleh anak sedang menginjak bangku Sekolah Menegah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah ekonomi, orangtua yang malu jika anaknya menjadi perawan tua, pendidikan yang rendah, hamil di luar nikah, dan adat istiadat (perjodohan).

Suci berserta Sofyan memberikan edukasi kepada pasangan yang sudah melakukan pernikahan dini, orang tua, dan remaja agar tidak melakukan pernikahan pada usia yang belum matang. “Kita berusaha memberikan pencerahan kepada mereka, kira – kira UU pernikahan itu seperti apa, kenapa pernikahan dini itu dilarang. Kemudian kalau sudah terlambat (pasangan pernikahan dini) memberikan pemahaman agar mereka bisa berkomitmen kepada pasangan agar tidak bercerai. Kami juga akan memberikan poster – poster yang akan ditempel di dalam kediaman pasangan suami istri usia dini yang berisikan pesan harus menjaga pernikahan mereka,” imbuh Suciati.

Program pengabdian masyarakat yang bertemakan “Komunikasi Keluarga SAMAWA dan Gerakan Anti Perceraian (GAP)” ini didukung oleh Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LP3M UMY) juga menggandeng Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Umbul Harjo. Suci berharap program ini dapat terus berjalan dan bisa memberikan pengaruh positif hingga angka pernikahan dini dan perceraiaan semakin menurun. (ak)