Dalam dunia akademik, pustakawan memegang peranan penting dalam pengelolaan produk ilmiah yang dihasilkan oleh sebuah institusi pendidikan. Pustakawan menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam mengolah dan menyebarkan informasi mengenai beragam terobosan produk ilmiah dalam network akademik yang selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Tanggung jawab tersebut juga menjadikan pustakawan sebagai pihak yang bertugas untuk menghindari dan meminimalisir terjadinya kejahatan akademik. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Pengolahan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Arda Putri Winata, SIP., MA., dalam wawancara yang dilakukan oleh tim Biro Humas dan Protokol (BHP) UMY pada hari Selasa (7/5).
Arda merupakan pemenang dari kompetisi Pustakawan Berprestasi Tingkat DIY 2019 yang diadakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY. Prestasi tersebut juga menjadikan Arda sebagai perwakilan resmi DIY dalam kompetisi rutin tahunan Pustawakan Terbaik di tingkat nasional yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) di bulan Agustus mendatang. Dalam kompetisi tersebut Arda berhasil meraih posisi pertama mengalahkan 17 pustakawan se D.I.Y lainnya yang turut bertanding.
Arda menyebutkan bahwa kejahatan akademik merupakan topik yang diangkatnya dalam kompetisi tersebut. “Yang menjadi penilaian dalam kompetisi ini antara lain adalah portofolio pribadi, kognitif berupa wawasan seputar kepustakaan dan kebudayaan Yogyakarta, visi misi, dan terakhir adalah presentasi karya ilmiah. Topik yang saya pilih untuk dipresentasikan adalah mengenai cybercrime dalam bidang akademik, dengan judul Academic Cybercrime: Ask Your Librarian,” ujarnya.
“Academic cybercrime di sini banyak bentuknya, contohnya pencurian identitas yang mencatut nama orang lain dalam penerbitan karya ilmiah. Plagiasi juga termasuk di dalamnya dan biasanya terjadi pada kasus penerbitan predator yang tidak memeriksa keabsahan dalam karya ilmiah tersebut. Pencantuman data palsu seperti konferensi, lokakarya dan lainnya. Hal tersebut kini menjadi kasus yang marak terjadi karena mudah dilakukan melalui jaringan internet, misal melalui penawaran publikasi oleh penerbit predator melalui surel,” papar Arda.
Arda menyebutkan bahwa tugas pustakawan adalah melindungi karya tulis yang dihasilkan oleh civitas akademik. “Misalnya dengan memberikan pelayanan penelusuran informasi melalui jaringan akademis dan dengan mengelola sirkulasi produk ilmiah yang dihasilkan oleh dosen dan juga mahasiswa,” ujarnya. (raditia)