Berita

Angkat Film “Tanda Tanya” pada Konferensi Internasional


Berbagai konflik horizontal yang mewarnai perjalanan kehidupan bangsa Indonesia yang plural, berbagai pro dan kontra tentang pluralisme yang masih menjadi perdebatan di Indonesia ini direkam oleh berbagai media  baik media cetak, majalah, televisi maupun film melalui proses konstruksi. Pada Film tanda tanya misalnya, Hanung sebagai sang sutradara ingin menggambarkan pluralisme di Indonesia dengan toleransi antar agama atau budaya yang berbeda. Isu pluralisme yang sangat ditekankan pada nilai-nilai terkandung dalam film “Tanda Tanya”.

Hal inilah yang mengantarkan Tri hastuti Nur R. bersama Paramitha Fajarin Nova sebagai salah satu peserta dalam 1st International Conference on Media, Communication and Culture dengan tema “Rethingking Multiculturalism: Media in Multicultural Society”, pada Kamis (8/11) di Kampus Terpadu UMY. Acara ini dilaksanakan oleh prodi Ilmu Komunikasi UMY bekerjasama dengan School of Communication Universiti Sains Malaysia (USM).

Dalam penelitiannya yang berjudul “Narrative pluralism in Tanda Tanya Film” Tri menerangkan bahwa penilitian ini ingin menunjukan bagaimana hubungan antar masyarakat di suatu daerah yang memiliki etnis dan agama yang berbeda.

“Kami menggunakan metode narrative di mana analisis yang digunakan berdasarkan cerita, latar, sudut pandang, dan karakter tokohnya. Dalam film ini juga menunjukan bagaimana hubungan harmonisasi dan situasi konflik antara masyarakat yang memiliki perbedaan etnis dan Agama,” jelasnya.

Selain itu Tri juga memaparkan hasil penelitiannya dengan Paramitha tentang penggambaran masyarakat Indonesia yang plural di film “Tanda Tanya”. Dalam film tersebut sudah sangat jelas perbedaan setiap agama. Itu menunjukan beragamnya kebudayaan di Indonesia.

“Intinya, pada film ini Hanung ingin menggambarkan konsep pluralisme yang di dalamnya ada sikap toleransi, di sini ia menunjukkan penggambaran tentang perbedaan ras antara Cina dan Jawa, keluarga Tan Kat Sun di gambarkan sebagai budaya cina dan memiliki agama Konghucu, keluarga Rika dan Menuk yang memiliki budaya jawa dan agama yang berbeda yaitu islam dan Katholik,” jelasnya.

Di akhir presentasinya Tri berharap bahwa dengan adanya film ini masyarakat Indonesia sadar akan keberagaman Indonesia dan menghargai perbedaan yang ada. “ Kenyataannya Indonesia memang Negara majemuk yang memiliki berbagai macam kebudayaan dan perbedaan, sehingga kita seharusnya bisa hidup damai dan berdampingan,” ungkapnya.