Berita

Apalah Arti Nilai A, Saat Tidak Bisa Membunyikannya

Penelitian harus memiliki manfaat. Selain manfaat, tolak ukur penelitian yang unggul adalah bagaimana sebuah penelitian atau riset dapat memberikan dampak. Artinya, ada pencapaian-pencapaian baru yang bisa ditunjukkan. Ketika menulis, seorang peneliti harus bisa membaca dengan baik kemanfaatan tulisannya. Karena apalah arti nilai “A”, saat tidak bisa membunyikannya.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Yulizar D. Sandrego, Kepala Litbang STEI Tazkia Bogor, saat menjadi pembicara dalam Workshop “Penyusunan Proposal Penelitian Bersama, Kaitan Antara Industri dengan Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah”, Jumat (30/12) pagi, bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Ekonomi dan Perbankan Islam, Fakultas Agama Islam (FAI) UMY, bekerja sama dengan Asosiasi Dosen Ekonomi Syariah (ADESy). Acara ini digelar dengan maksud agar peserta memahami isu-isu aktual mengenai praktik keuangan dan ekonomi Islam di Indonesia.

Dalam ceramahnya, Yulizar menyampaikan bahwa peneliti harus punya jiwa enterpreneur. “Tidak hanya pedagang barang yang harus punya jiwa enterpreneur, peneliti pun harus punya. Bukan barang yang dijual, melainkan ide. Ide tersebut harus bisa dituliskan, dapat dibuktikan secara rasional, dan memberikan manfaat lebih,” ungkapnya.

Menurut Yulizar, menulis adalah salah satu cara menjaga kejeniusan. “Apalah arti IPK tinggi, tetapi otak kanan tidak bisa jalan. Begitu juga nilai A, tapi tidak bisa membunyikan. Menuliskan penelitian, berarti kita mengasah pemikiran, dan berusaha bersimpati dengan permasalahan ekonomi di Indonesia. Penelitian harus dapat memunculkan isu baru, yang solutif,” tuturnya.

Sementara pembicara lain yang dihadirkan, Dr. Siti Murniati, wakil ketua STEI Hamfara Yogyakarta, mengungkapkan hal senada. “Ketika menulis, sebenarnya kita berangkat dari fenomena. Hal tersebut bisa jadi sederhana saja, seperti Columbus yang berpikir mengenai bumi itu bulat. Pada awalnya, banyak orang menghujat. Tapi delapan tahun kemudian, dia berhasil membuktikannya dan memberikan pemahaman baru bagi umat di dunia,” ujar peneliti tentang “Kepatuhan Syariah di Perbankan” ini.

Siti menambahkan, dalam penelitian, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. “Penelitian harus memiliki manfaat, metodologi yang mendukung dan terukur, data yang lengkap, dan teori yang melandasi. Dengan memperhatikan poin-poin tersebut, maka penelitian kita akan lebih mudah untuk diimplementasikan, dapat diukur, dan datanya valid,” jelasnya.

Penelitian harus memiliki manfaat. Selain manfaat, tolak ukur penelitian yang unggul adalah bagaimana sebuah penelitian atau riset dapat memberikan dampak. Artinya, ada pencapaian-pencapaian baru yang bisa ditunjukkan. Ketika menulis, seorang peneliti harus bisa membaca dengan baik kemanfaatan tulisannya. Karena apalah arti nilai “A”, saat tidak bisa membunyikannya.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Yulizar D. Sandrego, Kepala Litbang STEI Tazkia Bogor, saat menjadi pembicara dalam Workshop “Penyusunan Proposal Penelitian Bersama, Kaitan Antara Industri dengan Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah”, Jumat (30/12) pagi, bertempat di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Ekonomi dan Perbankan Islam, Fakultas Agama Islam (FAI) UMY, bekerja sama dengan Asosiasi Dosen Ekonomi Syariah (ADESy). Acara ini digelar dengan maksud agar peserta memahami isu-isu aktual mengenai praktik keuangan dan ekonomi Islam di Indonesia.

Dalam ceramahnya, Yulizar menyampaikan bahwa peneliti harus punya jiwa enterpreneur. “Tidak hanya pedagang barang yang harus punya jiwa enterpreneur, peneliti pun harus punya. Bukan barang yang dijual, melainkan ide. Ide tersebut harus bisa dituliskan, dapat dibuktikan secara rasional, dan memberikan manfaat lebih,” ungkapnya.

Menurut Yulizar, menulis adalah salah satu cara menjaga kejeniusan. “Apalah arti IPK tinggi, tetapi otak kanan tidak bisa jalan. Begitu juga nilai A, tapi tidak bisa membunyikan. Menuliskan penelitian, berarti kita mengasah pemikiran, dan berusaha bersimpati dengan permasalahan ekonomi di Indonesia. Penelitian harus dapat memunculkan isu baru, yang solutif,” tuturnya.

Sementara pembicara lain yang dihadirkan, Dr. Siti Murniati, wakil ketua STEI Hamfara Yogyakarta, mengungkapkan hal senada. “Ketika menulis, sebenarnya kita berangkat dari fenomena. Hal tersebut bisa jadi sederhana saja, seperti Columbus yang berpikir mengenai bumi itu bulat. Pada awalnya, banyak orang menghujat. Tapi delapan tahun kemudian, dia berhasil membuktikannya dan memberikan pemahaman baru bagi umat di dunia,” ujar peneliti tentang “Kepatuhan Syariah di Perbankan” ini.

Siti menambahkan, dalam penelitian, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. “Penelitian harus memiliki manfaat, metodologi yang mendukung dan terukur, data yang lengkap, dan teori yang melandasi. Dengan memperhatikan poin-poin tersebut, maka penelitian kita akan lebih mudah untuk diimplementasikan, dapat diukur, dan datanya valid,” jelasnya.(intan)