Indonesia masih memiliki pekerjaan besar untuk menyelesaikan permasalah pengangguran, terutama pengangguran lulusan di bidang konstruksi bangunan. Selain minimnya lapangan pekerjaan bagi mahasiswa lulusan konstruksi, maraknya pekerja asing dengan kompetensi mumpuni di bidang konstruksi semakin menggeser lulusan konstruksi dari dalam negeri sendiri sehingga anak bangsa menjadi penonton di negerinya sendiri.
Itulah yang disampaikan oleh Mukhtar Rosyid Harjono, S,SI,.M.T Kasubag TU, Program dan Evaluasi Balai Pelatihan Kontruksi Wilayah (BPKW) II Surabaya, saat menyampaikan sambutannya sebelum penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dalam kesepakatan “Peningkatan Kompetensi Calon Wisudawan dan Alumni Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FT-UMY)”. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan tenaga ahli kontruksi dari pendidikan formal untuk mempunyai kapasitas mumpuni dalam bidangnya sesuai dengan standar internasional. Kegiatan ini pada Selasa (14/10) di Ruang Stadium General Fakultas Tehnik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Mukhtar menyampaikan bahwa MoU adalah langkah awal BPKW di bawah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk bersama-sama dengan universitas dalam mesinergikan tujuan program pembangunan Indonesia ke depan, sehingga para lulusan Teknik khususnya Teknik Sipil dapat menguasai pembangunan proyek-proyek yang ada di Indonesia. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah setiap lulusan ataupun calon wisudawan dari Program Studi Tehnik Sipil UMY akan mendapatkan pelatihan dan motivasi dari para staf ahli Balai Pelatihan Konstruksi Wilayah (BPKW) selama 2 tahun berturut-turut sehingga nantinya setiap lulusan Tehnik Sipil UMY memiliki kompetensi dengan standar Internasional.
“Anda tentu mengetahui kita di Surabaya mempunyai jembatan Suramadu. Jembatan Suramadu itu semua pekerjanya dari Cina, mulai dari hal terkecil hingga hal yang besar, secara keseluruhan itu adalah orang Cina yang mengerjakan. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya kerjasama ini tujuan kita untuk menciptkan para ahli kontruksi yang kapasitasnya sejajar dengan ahli kontruksi di negara lain dapat terwujud, sehingga lulusan teknik khusunya teknik sipil minimal mampu menguasai proyek-proyek pembangunan yang ada di Indonesia” jelasnya.
Selain itu, Mukhtar Juga menambahkan hal yang sedang Indonesia alami sekarang dalam Sumber Daya Manusia (SDM) secara statistik tenaga kontruksi Indonesia jumlahnya 6,9 juta jiwa, 70 persennya tenaga terampil, dan dari total tenaga terampil itu pula, sekitar 70 persen itu bisa dibilang tidak terdidik, mereka mendapatkan ilmu kontruksi dari non-formal, misalnya seperti dari kuli bangunan, lalu seiring dengan pengalam kerja sebagai kuli bangunan dia mulai naik menjadi pekerja konstruksi itu sendiri secara keseluruhan.
Senada dengan Mukhtar dekan FT UMY Jazaul Ikhsan, S.T,. M.T,.Ph.D dirinya menyebutkan bahwa penduduk Indonesia adalah konsumen yang konsumtif yang menguntungkan para penyedia bangunan, sehingga dari segi konstruksi tersebut tenaga ahli konstruksi dapat menjadi fasilitator dalam hal tersebut. “Kita tahu bahwa penduduk Indonesia adalah konsumen yang sangat konsumtif untuk penggunaan kontruksi bangunan dengan berbagai bentuk kepentingan bisnis, misalnya seperti bisnis property, sehingga hal ini sebenarnya sangat menguntungkan para penyedia bangunan, tenaga ahli kontruksi dapat menjadi fasilitator dalam hal ini, jangan sampai tenaga ahli konstruksi asing terus menjadi incaran konsumen properti di Indonesia” ujarnya. Setelah penandatangan MoU, kegiatan peningkatan kompetisi alumni FT UMY diselenggarakan untuk perdana di saat itu juga di ruang yang sama dengan dihadiri oleh calon wisuda, alumni, dan dosen teknik. (Shidqi)