Seperti yang kita ketahui bahwa Baitul Maqdis di Palestina merupakan pusat kekuatan spiritual, sehingga mampu memberikan pengaruh pada kondisi seluruh lapisan geografis. Hal ini menciptakan sebuah lingkaran “baraka” yang juga dikenal dengan konsep Theories of the Circles of the Baraka and Geopolitics.
Kajian tersebut turut dibahas oleh Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan menghadirkan Prof. Dr. Abd al – Fattah El – Awaisi selaku Professor Hubungan Internasional dan anggota dalam Royal Historical Society – United Kingdom yang mengembangkan dua teori tentang Baitul Maqdis.
Public lecture yang dilaksanakan pada, Selasa siang (01/10) di Ruang Simulasi Sidang ASEAN Gedung E4 Lantai 1 mengangkat tema “The geopolitical economy of The Middle East: Peace and Development of Bayt al-Maqdis”. Abdul Fattah menjelaskan peta di Theory Circle of Baraka memiliki tiga lingkaran wilayah, dimana ketiga wilayah tersebut memiliki kekuatan geopolitik masing-masing.
“Secara terminologi Al-Quran, pusat dari peta dalam Theory Circle of Baraka disebut dengan al-ardhul muqaddasah atau yang dikenal sebagai Baitul Maqdis. Dimana, lingkaran pusat ini memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Lingkaran kedua meliputi Mesir dengan Syam, yang saat ini didominasi oleh Syria. Melebar lagi di lingkaran ketiga sampai ke Mekkah,” jelas Abdul Fattah.
Profesor asal Baitul Maqdis ini menuturkan bahwa teori ini memiliki dasar yang disebutkan bahwa barang siapa yang memimpin Baitul Maqdis pada lingkaran pertama akan mengontrol Mesir dan Syam. Kemudian, siapapun yang mengontrol Mesir dan Syam hendak mengontrol lingkaran ketiga.
“Sehingga barang siapa yang mengontrol lingkaran ketiga dapat memimpin dunia. Hal tersebut dilakukan untuk menerapkan kedamaian dan keadilan,” jelasnya. Dalam sejarah, Rasulullah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyatukan lingkaran-lingkaran di luar ketiga lingkaran yang disebutkan oleh Abd al Fattah.
Dalam geopolitik Timur Tengah, Mesir menjadi suatu hal yang sangat krusial. Selain itu, faktanya Mesir yang merupakan negara Arab dikatakan sebagai kekuatan pusat Arab. Oleh sebab itu, dalam sejarah Mesir memiliki peran penting dalam geopolitik Timur Tengah. Sementara itu, Abdul Fattah menyatakan Turki juga menjadi kekuatan geopolitik di Asia Barat Daya yang berbatasan dengan Laut Hitam.
Pada tahun 1967 Israel melakukan penyerangan terhadap beberapa lokasi yang meliputi Mesir, Syria, dan Golan Heights. Dengan adanya salah satu contoh penjajahan yang dilakukan oleh Israel, pada dasarnya batas-batas tersebut dapat berubah seiring berjalannya waktu melalui sejarah kolonialisme, secara administratif, politik, dan lain sebagainya. Namun, batas dasar yang ada di Theory Circle of Baraka berasal dari Allah SWT.
“Allah SWT yang menurunkan sendiri batasan – batasan itu, seperti pada Al-Ardh al-Mubarakah dan beberapa ayat yang tertera di Al-Quran,” tambahnya.
Lebih lanjut dengan melihat apa yang saat ini sedang terjadi di Palestina, Abdul Fattah menyampaikan bahwa dalam kajian geopolitik atau politik secara lebih luas ada beberapa pondasi yang harus dicamkan.
“Peperangan yang terjadi antara Palestina dengan Israel merupakan buktinya nyata dari adanya isu aqidah. Melihat hal tersebut, saya semakin percaya bahwa setiap negara memerlukan 3 pondasi kokoh yang berkaitan dengan pengetahuan, politik, dan militer,” tutupnya. (NF)