Otonomi daerah sebagai konsekuensi logis dari adanya desentralisasi belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang diharapkan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat belum juga menunjukkan kemajuan yang berarti. Kemiskinan, korupsi, dan belum optimalnya pelayanan publik masih dirasakan sebagai kendala yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas ISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. H. Achmad Nurmandi, di Kampus Terpadu, Rabu (24/3).
Menurutnya, tema desentralisasi masih sangat relevan untuk diangkat karena di Indonesia sendiri, walaupun desentralisasi pada satu sisi memiliki keuntungan antara lain mendekatkan pelayanan dan mendinamisasi proses politik demokratik, akan tetapi pada sisi yang lain masih banyak persoalan-persoalan yang timbul sebagai dampak kebijakan tersebut.
Kemiskinan merupakan salah satu contoh permasalahan yang belum dapat diatasi secara signifikan karena adanya penerapan kebijakan desentralisasi ini. Korupsi juga masih terjadi bahkan terkadang menjadi semakin kuat ketika pemerintah lokal memegang kekuasaan bersamaan dengan adanya kesenjangan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.
“Menarik untuk dicermati pula jika Thailand yang lebih dahulu menerapkan kebijakan tersebut, nampaknya juga masih mengalami berbagai permasalahan yang kurang lebih sama dengan permasalahan desentralisasi di Indonesia pada saat ini,” tambah Nurmandi.
Lebih lanjut, Nurmandi mengungkapkan pelaksanaan kebijakan desentralisasi Thailand dilakukan secara bertahap sedangkan di Indonesia kebijakan dilaksanakan sekaligus. “Misalnya terdapat 15 kebijakan di Thailand, maka negara itu melakukannya secara bertahap, dimulai dari penerapan lima kebijakan, kemudian lima kebijakan lagi hingga genap 15 kebijakan dilaksanakan. Sedangkan di Indonesia, 15 kebijakan tersebut akan langsung dilaksanakan sekaligus,”paparnya.
Akibat dari penerapan kebijakan sekaligus tersebut, maka tidak setiap daerah mampu menerapkan kebijakan tersebut. “Misalnya kebijakan pendidikan, di daerah-daerah terpencil banyak sekolah-sekolah yang rusak maupun fasilitas pendidikan yang belum lengkap. Atau pada kebijakan pemerintahan yang lain, bayak jalan-jalan yang belum layak dan rusak parah,”tuturnya.
Untuk menggali lebih dalam pengalaman masing-masing negara dalam menerapkan kebijakan desentralisasi ini, maka UMY pun sepakat untuk menyelenggarakan international joint seminar bertema desentralisasi ini dengan University of Thammasat Thailand pada tanggal 30 Maret 2010 mendatang dengan tema Impacts & Challenges of Decentralization Policy towards Democratization and Development: A Comparative Perspective between Thailand and Indonesia .
Nurmandi memaparkan, selain menggali pengalaman masing –masing negara dalam permasalahan desentralisasi, pelaksanaan joint seminar ini juga akan menambah jam terbang pengalaman berbicara dalam seminar internasional, sekaligus sebagai sarana untuk merealisasikan kerjasama internasional.
Selain berkunjung ke Thammasat University, rombongan juga akan melakukan pertemuan dengan para pejabat AIT (Asian Institute of Technology) di Bangkok dan USM di Malaysia untuk menjajaki kerjasama dalam rangka persiapan inisiasi Governmental Study International Class (GOVIC), atau kelas internasional Jurusan Ilmu Pemerintahan, yang rencananya akan menerima mahasiswa baru mulai tahun akademik 2010-2011.
Tercatat sekitar delapan orang staf pengajar Isipol UMY yang terdiri dari tujuh orang dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, yaitu: Dr. H. Achmad Nurmandi, M.Sc, Dr. Dyah Mutiarin, Dr. Suranto, M.Pol, Drs. Suswanta, M.Si, Tunjung Sulaksono, S.IP, M.Si , Awang Darumurti, S.IP, M.Si , dan Dra. Atik Septi Winarsih, M.Si, satu staf pengajar dari Jurusan Ilmu Komunikasi UMY yaitu Yeni Rosilawati, SIP, MM, serta satu staf pengajar Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Dra Nur Azizah, akan bertolak ke Bangkok selama sepekan untuk mengikuti kegiatan tersebut.