Besarnya kuantitas deposit endapan erupsi Merapi menjadikan banjir lahar dingin Merapi semakin sering dan masih akan terjadi dalam beberapa waktu mendatang.
Demikian disampaikan Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jazaul Ikhsan, M.T di Kampus Terpadu UMY, Kamis (6/1).
Menurutnya, kawah Merapi yang berbentuk tapal kuda menjadikan arah banjir lahar dingin banyak mengalir ke arah Muntilan dan Magelang. “Intensitas curah hujan di negara tropis yang cenderung tinggi dan ditambah dengan masih banyaknya deposit endapan erupsi Merapi juga menjadikan banjir lahar dingin di aliran sungai yang berhulu di Merapi semakin sering terjadi,” jelas Jazaul.
Ia mengungkapkan, idealnya banjir lahar dingin mucul jika hujan terjadi di sekitar puncak dengan waktu yang relatif cepat. “Idealnya, dengan intensitas curah hujan sebesar 40 mm dan hujan terjadi kurang lebih sekitar dua jam, maka banjir lahar dingin akan membawa endapan erupsi Merapi. Namun yang terjadi saat ini di Merapi adalah datangnya banjir lahar dingin yang mana intensitas curah hujan di sekitar puncak masih rendah dan belum mencapai 40 mm. Hal ini disebabkan kuantitas deposit endapan yang sangat banyak dan intensitas curah hujan tinggi,” terang Jazaul yang menyelesaikan disertasi mengenai Sedimentasi Merapi nya di Jepang ini.
Oleh karenanya, Jazaul menilai jika deposit endapan Merapi masih banyak hingga saat ini dan didukung dengan musim penghujan seperti sekarang, maka potensi banjir lahar dingin masih akan terjadi.
Ia menambahkan jika deposit endapan atau sedimentasi yang dihasilkan pasca fase erupsi Merapi saat ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi kemanfaatan dan bahaya nya. Dilihat dari sisi kemanfaatannya, hal ini dapat dioptimalkan dengan mengelola sedimentasi yang meningkatkan aspek ekonomi bagi warga di sekitar aliran sungai Merapi tersebut.
“Selama ini pasir Merapi dikenal dan telah menjadi idola bagi para penambang pasir karena kandungan lumpurnya yang kecil. Dengan kandungan ini, pasir Merapi menjadi bersih dan cenderung tidak keropos sehingga lebih kuat untuk digunakan dalam pembangunan. Pasir ini menjadikannya berbeda dengan pasir dari daerah lain,” urai Jazaul.
Sementara itu, dari sisi bahaya nya, untuk meminimalisir dampak yang diakibatkan dari adanya banjir lahar dingin, ia menyatakan ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah, baik secara struktur maupun non struktur.
Dengan cara sktruktur, pemerintah dapat meningkatkan kembali fungsi sabodam yang berperan dalam menahan sedimentasi agar tidak membanjiri daerah aliran sungai yang berhulu Merapi. “Selain itu dapat dilakukan melalui pengosongan sabodam dengan mengeruk sedimentasi yang berupa material hasil endapan erupsi seperti pasir dan batu. Namun upaya ini masih riskan jika melihat potensi banjir lahar dingin yang masih besar ini. Aspek keselamatan menjadi prioritas,” papar Jazaul.
Upaya non struktur dilakukan dengan membrikan early warning detector untuk merekam intensitas curah hujan dan mengukur ketinggian muka air di sungai berhulu Merapi. “Dengan alat ini, masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai berhulu Merpai dapat dipahamkan untuk menyingkir dan bersiap saat curah hujan tinggi dan ketinggian muka air di sungai berhulu Merapi meningkat seiring dengan pendangkalan sungai,” tandasnya.