Penulis:
Ingenida Hadning
Staf Pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Infeksi Severe Acute Sespiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang kemudian disebut Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah tersebar luas hampir di seluruh dunia. Pada tanggal 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Berdasarkan data WHO per 2 Agustus 2020, kasus terkonfirmasi COVID-19 di seluruh dunia berjumlah 17.660.523 jiwa dengan angka kematian sebesar 3,9%. Data kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia per 2 Agustus 2020 berjumlah 111.455 jiwa dengan angka kematian sebesar 4,7%.
Penularan COVID-19 dari manusia ke manusia merupakan sumber transmisi utama sehingga penyebaran virus ini lebih agresif. Transmisi COVID-19 terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau berbicara, virus ini akan masuk ke dalam tubuh melalui membran mukosa seperti mulut, mata, dan hidung. Setelah virus masuk ke dalam tubuh dan mulai menginfeksi khususnya pada sel-sel saluran nafas kemudian akan menimbulkan suatu manifestasi klinik. Manifestasi klinik pada orang yang terinfeksi memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), gejala ringan, ARDS, hingga syok sepsis. Akibat yang paling fatal karena infeksi SARS-CoV-2 adalah kematian.
Jika dibandingkan dengan flu musiman, COVID-19 dinilai dua kali lipat lebih menular dan memiliki rentang waktu inkubasi yang cukup lama hingga muncul gejala. Selain itu orang yang merasa sehat bisa saja ‘membawa’ virus ini tanpa mereka sadari. Centers for Disease Control and Prevention and Other (CDC) menyebutkan bahwa setiap orang memiliki peluang sekitar 60%-80% untuk terkontak dengan COVID-19 dan virus ini berpotensi membunuh jutaan jiwa.
Salah satu upaya untuk pencegahan penyebaran COVID-19 yaitu diberlakukan social distancing. Social distancing mengacu pada adopsi perilaku oleh individu dalam suatu komunitas yang mengurangi risiko individu menjadi terinfeksi dengan membatasi kontak dengan orang lain atau mengurangi risiko penularan selama kontak dengan apapun. Dapat diartikan bahwa social distancing merupakan tindakan membatasi aktivitas di luar rumah dengan cara bekerja dari rumah atau belajar dari rumah yang pada intinya mengurangi interaksi antar manusia secara langsung.
Terkait kebijakan social distancing, akan ada dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Dampak positif dari social distancing adalah pemerintah dapat mengurangi jumlah masyarakat yang terinfeksi COVID-19 karena pengurangan aktivitas di luar rumah sehingga risiko penularan kecil. Namun tidak terlepas juga dari dampak negatif yang timbul akibat adanya kebijakan social distancing. Kementerian Keuangan RI menyebutkan perubahan yang cepat dan dinamis yang merupakan dampak dari pandemi COVID-19 ini akan berpengaruh pada perekonomian di Indonesia yaitu dapat mengalami resesi atau penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hingga saat ini, masih sangat jarang penelitian yang menganalisis dampak social distancing terhadap perekonomian masyarakat. Sehingga tim peneliti dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan ketua peneliti apt. Ingenida Hadning, M.Sc. dan beranggotakan N. Qurrotu’ Ainii, Aisya Putri Kandayani, Amira Nur Alifa Fauzi dan Anis Khoirul Salsabila tertarik melakukan suatu penelitian untuk melakukan evaluasi dampak social distancing sebagai tindakan pencegahan penyebaran COVID-19 terhadap perekonomian masyarakat. Benarkah pendapatan masyarakat berkurang selama pandemi? Benarkah perekonomian masyarakat sangat terganggu selama pandemi?
Penelitian ini melibatkan 843 responden yang berasal dari 34 propinsi di Indonesia. Responden didominasi berasal dari Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur. Responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar responden berusia 17-45 tahun. Kami juga membagi masyarakat ke dalam beberapa kategori yaitu mahasiswa/pelajar, tenaga kesehatan, karyawan dan pedagang.
Secara umum, selama menjalani social distancing masyarakat mengalami penurunan pemasukan bulanan sebesar 46,2% namun juga mengalami penurunan pengeluaran bulanan sebesar 3,0%. Jenis pengeluaran yang dominan selama menjalani social distancing adalah pembelian bahan makanan/makanan jadi, paket data, listrik dan produk kesehatan. Secara umum masyarakat merasa kesulitan memenuhi kebutuhan paket data, cicilan/kredit dan gaji karyawan.
Beberapa hal menarik kami temukan dalam penelitian ini. Pada kategori tenaga kesehatan pemasukan menurun sangat besar sejumlah 59,6% namun pengeluaran meningkat sebesar 23,6%. Pengeluaran yang meningkat sangat tajam pada pembelian produk kesehatan. Diduga tenaga kesehatan mengalami penurunan pendapatan terkait tidak dapat membuka praktik secara normal selama pandemi, namun perlu pengeluaran yang besar untuk membeli kebutuhan alat perlindungan diri dan sanitasi.
Lain halnya dengan kategori masyarakat pedagang, penurunan pemasukan sebesar 22,5% yang diimbangi dengan efisiensi penurunan pengeluaran sebesar 12,8%. Pedagang paling mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan cicilan/kredit karena biasanya pedagang memiliki pinjaman di bank atau hutang di suplier. Selain itu pedagang juga mengalami kesulitan dalam membayar gaji karyawan.
Karyawan baik karyawan swasta maupun ASN mengalami penurunan pendapatan terkecil, dikarenakan karyawan masih menerima gaji selama pandemi. Hal tersebut sejalan dengan sebagian besar karyawan menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kategori masyarakat yang juga banyak mencuri perhatian selama pandemi ini adalah pelajar/mahasiswa dengan segala keterbatasannya untuk menjalani pembelajaran jarak jauh. Pelajar/mahasiswa menyatakan mengalami penurunan pemasukan sebesar 54,4% dikarenakan tidak memperoleh uang saku dari orang tua karena menjalani sekolah dari rumah. Namun pelajar/mahasiswa juga menyatakan mengalami penurunan pengeluaran sebesar 44,5% dikarenakan meminimalisir melakukan aktivitas di luar rumah seperti jajan atau jalan-jalan. Sesuai kebutuhannya untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh, pengeluaran pelajar/mahasiswa yang dominan adalah untuk membeli paket data. Namun sebagian besar pelajar/mahasiswa menyatakan kesulitan memenuhi pembelian paket data dikarenakan pemasukan dari uang saku orang tua yang juga berkurang.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan social distancing berdampak terhadap perekonomian masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak serta menjadi bahan perumusan kebijakan social distancing untuk ke depannya.