Berada pada jalur pertemuan tiga lempeng tektonik Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Indonesia menjadi daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Selain itu, negara ini juga merupkan kawasan maritim yang luas. Oleh karena itu tata ruang berbasis mitigasi bencana harus dilakukan dengan menjaga kelestarian ekosistem tumbuhan di pesisir pantai, serta menjaga lingkungan di kawasan pegunungan dan perkotaan. Karena manusia juga berkontribusi dalam terjadinya bencana.
Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencna (BNPB) Lilik Kurniawan, S.T., M. Si, menyebutkan bahwa vegetasi (kumpulan tanaman, red) yang ada di pesisir pantai mampu menguragi tinggi gelombang tsunami sebanyak 88,2 persen. Maka, peran dari berbagai lapisan masyarakat sangat diperlukan guna mengantisipasi bencana gelombang tinggi.
“Kita harus mengubah budaya kita, karena negara kita kawasan maritim dan kepulauan. Salah satu yang kita lakukan adalah bagaimana kita harus melakukan upaya-upaya vegetasi. Ternyata ada suatu penelitian yang memperlihatkan vegetasi yang ada di pesisir mampu mengurangi tinggi tsunami,” ujarnya saat menjadi pembicara pada Pertemuan Ilmiah Muhammadiyah Kebencanaan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kamis (30/1) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Ia juga menyampaikan bahwa daerah di selatan Pulau Jawa yang rawan terjadi bencana tsunami memiliki kawasan tanaman pesisir pantai yang sangat minim. Maka dari itu, BNPB bersama dengan berbagai pihak salah satunya MDMC berencana untuk menanam tumbuhan guna meminimalisir bencana gelombang tinggi.
Lilik menyebut bahwa manusia memiliki kontribusi dalam kerusakan wilayah dan penjajah wadah-wadah air. Saat ini fenomena ekonomi melawan ekologi sedang terjadi di tengah masyarakat. Derah aliran sungai, hutan dan gunung yang tadinya menjadi area resapan air berganti menjadi lahan perkebunan.
“Kita perlu mencari solusi atas masalah ini. Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut butuh makan dan mengatasi permasalahan ekonomi yang ada di sana. Tetapi apakah harus menghancurkan ekosistem yang ada? Maka dari itu kita harus mencarikan solusi yang tepat,” imbuhnya.
Ia berharap kepada Muhammadiyh dan MDMC agar pertemuan ilmiah ini dapat menemukan akar permasalahan dan solusi atas berbagai bencana yang ada di Indoneisa. Kemudian juga Lilik mengajak untuk seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) untuk menjadi perguruan tinggi tangguh bencana. Dimana seluruh elemen yang ada di kampus untuk memberikan bantuan guna meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi resiko bencana.
“Pendidikan-pendidikan Muhammadiyah harus tangguh bencana. Bangunannya harus tangguh, menejemen bencana harus ada di sekolah itu dan muatan-muatan lokal dengan fiqih keagamaan. Lalu rumah sakit Muhammadiyah kita harapkan menjadi rumah sakit tangguh bencana yang dapat menginspirasi banyak rumah sakit lain dalam pengurangan resiko bencana di Indonesia,” tutup Lilik. (ak)