Siang itu, di teras Masjid Al Mubarok, Tegalrejo, Kasihan, Bantul, wajah Ibu Sumati berseri-seri. Dalam genggamannya, sebuah tas jinjing besar penuh kebutuhan pokok yang baru saja ia terima. Di sekelilingnya, puluhan ibu lain bercengkrama hangat, sesekali tersenyum, sesekali tertawa kecil. Ada rasa syukur yang terpancar di sana—sebuah kebahagiaan sederhana yang datang lewat kepedulian.
“Alhamdulillah, rezeki menjelang Ramadhan,” ujarnya lirih, menatap isi tasnya dengan mata berbinar.
Sehari-hari, Ibu Sumati adalah seorang ibu rumah tangga yang sesekali menjadi buruh lepas. Ia tinggal tak jauh dari Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), bersama suami, orang tua, anak, hingga cucunya. Rumahnya yang sederhana dihuni tujuh orang, dan di usianya yang tak lagi muda, ia kerap mengeluhkan punggung yang sering nyeri jika harus bekerja terlalu berat. Namun siang itu, meski matahari bersinar terik, ia tetap melangkah pulang dengan ringan, membawa harapan bersama paket sembako yang ia terima.
Tradisi Kebaikan di Milad UMY
Bakti sosial ini bukan kali pertama diadakan UMY. Setiap tahun, di momen Milad, universitas ini menjadikannya ajang untuk berbagi dengan masyarakat sekitar. Tahun ini, di usianya yang ke-44, tradisi itu kembali dihidupkan dengan penyaluran 250 paket sembako di 25 masjid sekitar kampus, tepat pada 25-26 Februari 2025. Setiap masjid menerima 10 paket, yang diberikan kepada 10 keluarga yang membutuhkan.
Lebih dari sekadar perayaan, pembagian sembako ini hadir di waktu yang istimewa, hanya beberapa hari menjelang bulan suci Ramadhan. Harapannya, bantuan ini dapat meringankan beban keluarga dalam menyambut bulan penuh berkah.
Sekretaris Panitia Milad Ke-44 UMY, Hijriyah Oktaviani, M.M., yang turut membagikan sembako, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremonial.
“Milad ini bukan hanya tentang merayakan usia, tetapi juga tentang berbagi. Kami memohon doa dari warga agar UMY terus diberi keberkahan dan dapat terus menebar manfaat di tahun-tahun mendatang,” ungkapnya.
Kampus dan Warga: Tumbuh Bersama
Kehadiran UMY di tengah masyarakat telah membawa dampak yang dirasakan langsung oleh warga. Pak Tri, seorang takmir Masjid Al Mubarok, menyebut bahwa mayoritas warga di sekitar kampus mengandalkan usaha kecil-kecilan seperti warung makan atau toko kelontong. Adanya UMY, menurutnya, tidak hanya membuka peluang ekonomi, tetapi juga menghadirkan kepedulian yang nyata.
“Mudah-mudahan, kegiatan seperti ini bisa terus ada. Kami sangat bersyukur atas perhatian dari UMY,” tuturnya.
Milad ke-44 UMY tahun ini mengusung tema “Relevant to Asia”, menegaskan visi universitas untuk menjadi institusi pendidikan yang berdaya saing di tingkat dunia, khususnya Asia. Namun, meski bercita-cita melangit, UMY tetap berpijak pada bumi, memastikan keberadaannya tak sekadar membangun generasi terdidik, tetapi juga menguatkan ikatan sosial dengan masyarakat sekitar.
Di tengah perkembangan zaman, nilai-nilai kepedulian tetap dijaga. Dan di sudut-sudut kecil kota, di antara perbincangan ibu-ibu yang saling mendoakan, di dalam tas-tas sembako yang dibawa pulang dengan senyum, kebaikan itu terus bergaung—menjadi jejak nyata bahwa berbagi tak akan pernah lekang oleh waktu.