Indonesia dan Singapura merupakan dua negara yang memiliki relasi dengan dinamika hubungan yang cukup fluktuatif. Namun kedua negara ini memiliki peran yang sangat penting di kawasan Asia Tenggara khususnya dalam efektivitas ASEAN. Kedua negara ini memang memiliki luas territorial, jumlah populasi, serta pertumbuhan ekonomi yang sangat berbeda.
Demikian diungkapkan oleh Bilveer Singh Ph. D, dosen tamu asal National University of Singapore saat menyampaikan kuliah Singapore’s Foreign Policy di Kelas Internasional Program Studi Hubungan Internasional – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI-UMY) di Ruang simulasi sidang ASEAN HI UMY, Jumat sore (26/3).
Dalam kuliah tersebut, Bilveer menjelaskan tentang fluktuasi atau ketidaktetapan hubungan Singapura-Indonesia yang berbeda pada setiap presiden Indonesia. Kadang baik, namun tak jarang pula memburuk. “Pada zaman Soekarno hubungannya sangat tegang, era mantan presiden Soeharto berangsur membaik hingga menjadi sangat baik karena pada saat Indonesia kekurangan beras di dalam negeri tahun 1972, Singapura membantu Soeharto untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.” tuturnya.
Bilveer menambahkan hubungan bilateral keduanya pada kepemimpinan Habibie memanas kembali karena Habibie mengetahui bahwa Singapura mencuri pasir Indonesia di pulau perbatasan antara Indonesia dan singapura.
Zaman Gus Dur kembali memanas karena menurut Bilveer, Gus Dur terlalu provokatif mengeluarkan ide untuk bersama Malaysia “memusuhi” Singapura. Pemerintahan Megawati cukup baik. Sedangkan rezim SBY juga menjalin hubungan baik dengan Singapura. “Namun cukup terganggu dengan masalah ekstradisi yang berjalan cukup alot antara keduanya,” ungkap dosen lulusan Australia National University ini.
Menurut Bilveer, memburuknya hubungan Indonesia-Singapura memang tercipta saat Singapura melindungi para koruptor Indonesia yang bersembunyi di Singapura. “Pihak Singapura pun dengan senang hati memberikan pelayanan yang excellent bagi para koruptor tersebut.”tambahnya.
Bilveer melihat ini menjadi sebuah paradoks bagi Singapura, di satu sisi Singapura adalah negara bersih yang bebas dari korupsi, namun di sisi lain Singapura menjadi pelindung bagi para koruptor Indonesia . “Paradoks ini sebenarnya memang tidak pernah terlepas dari kepentingan, mengapa Singapura melindungi para koruptor Indonesia . Ini sudah terjadi sejak Singapura belum merdeka, sudah sangat lama sekali dan terus begitu hingga sekarang, ekstradisi pun tidak mencapai kesepakatan”tandasnya.
Mendatangkan dosen tamu dari Universitas luar negeri memang sudah menjadi agenda tetap HI UMY setiap semester khususnya Kelas Internasional sebagai salah satu program yang menunjang peningkatan kualitas dan kompetensi mahasiswa dan menciptakan mahasiswa yang memiliki kualitas internasional.