Beberapa bulan lagi masyarakat Indonesia akan merayakan pesta demokarasi yang akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Persiapan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden juga sudah terlihat matang dan siap untuk dipilih oleh masyarakat Indonesia. Namun, kesiapan mereka juga tak luput dari maraknya “black campaign” di berbagai media.
Menurut Dr. Zuly Qodir, dosen Ilmu Pemerintahan UMY, Black campaign tersebut dapat mempengaruhi psikologi masyarakat Indonesia dalam menentukan pilihannya nanti. Sebab biasanya ketika ada salah satu kandidat yang dijelek-jelekkan di media massa atau media sosial dan kandidat tersebut tidak membalasnya, maka hal ini akan membuat masyarakat merasa simpati terhadap kandidat yang sering dijelek-jelekkan di media.
Black campaign ini juga akan mempengaruhi pemilih pemula, sebab merekalah yang lebih sering menggunakan media sosial untuk melakukan interaksi. Zuly menegaskan bahwa, keterpengaruhan mereka lebih cenderung dalam bentuk hasutan diantara teman-temannya. “Misalnya, ketika ada kandidat yang dijelekkan kemudian orang tersebut akan merasa simpati, nah dari hasil simpatinya, mereka akan membagi informasi kepada teman-temannya,” ujarnya saat ditemui pada, Rabu (11/6).
Karena itu Zuly menyarankan agar para pemilih bisa lebih selektif dalam membaca informasi atau berita dari masing-masing kandidat. “Black campaign itu tidak terdidik dan akan membuat sistem demokrasi kita ini tidak beradap dan bermartabat. Jadi masyarakat harus lebih selektif dalam memilih, ” tegasnya.
Black campaign itu menurut Zuly juga bukan hanya dalam media massa atau sosial, namun teror sms dan kekerasan fisik antar kandidat dan tim suksesnya juga kerap terjadi dan itu tidak baik. “Sebab keterpengaruhan antar kandidat dan tim suksesnya juga sangat berngaruh dalam proses pemilihan nanti,” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Zuly, kesiapan masyarakat untuk memilih calon presidennya ini sudah terlihat, dengan tingginya antusiasme masyarakat dalam mencari informasi kandidat Capres dan Cawapres tahun ini. “Masyarakat saat ini sudah memiliki kesiapan dalam mengahadapi pesta demokrasi di bulan Juli mendatang. Namun, pilihan masyarakat lebih cenderung kepada emosional dari pada rasional. Mereka lebih melihat kepada ketertarikan atau merasa simpati kepada para kandidat yang menurut mereka bagus untuk dijadikan pemimpin 5 tahun kedepan,” ungkapnya.
Padahal menurutnya, jika dipahami seharusnya kita memilih dengan rasional. Rasional yang dimakud disini adalah lebih kepada meilihat visi dan misi yang mereka tawarkan jika nantinya akan menjadi Presiden 5 tahun ke depan. Program-program apa yang ditawarkan oleh para kandidat untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi.
“Namun, semakin kita rasional dalam memilih, tim sukses dari masing-masing kandidat juga akan gencar melakukan black campaign baik di media massa maupun dalam kampanye terbuka. Kencederungan ini dapat kita lihat bahwa banyak kita temui kasus black campaign baik itu di media massa, media sosial, maupun kampanye terbuka, ” pungkasnya. (icha)