Mantan Wakil Presiden Indonesia, Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec., menyebut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai kunci penting yang dapat menentukan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Manusia memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan kemajuan. Itulah kenapa SDM berkualitas menjadi suatu hal yang sangat fundamental dan dibutuhkan oleh setiap negara.
Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014 ini juga mengatakan bahwa kualitas SDM ini juga menjadi hal mendasar dari tiga institusi kritis yang sangat menentukan kinerja suatu daerah atau bangsa. Ketiga institusi tersebut yakni bidang politik, hukum dan birokrasi. “Ada satu pertanyaan penting yang akan menjadi kunci dari rahasia suksesnya negara-negara maju. Mengapa dalam suatu kawasan yang sama, tetapi ada dua kondisi negara yang berbeda, satu negara maju, sementara negara lainnya tidak. Seperti Korea Selatan dan Korea Utara. Jawabannya ternyata ada pada tiga institusi itu, yakni sistem politik, hukum dan birokrasi yang penerapannya dilakukan secara berbeda,” ungkap Boediono saat menjadi Keynote Speech dalam acara Seminar Nasional “Strategi Pengembangan SDM Untuk Menghadapi Ekonomi Masa Depan”. Seminar nasional yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi, dalam rangka menyambut milad FE ke-34 dan bertempat di ruang sidang utama Gedung AR. Fakhruddin B Lantai 5 Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Lebih jauh, Boediono menjelaskan bahwa karena setiap negara memiliki institusi publik yang berbeda, mereka pun memiliki cara-cara yang berbeda dalam menangani masalah bangsanya dan memajukan bangsanya. Namun satu hal yang dapat dipastikan menurutnya, yakni hanya negara dengan SDM yang berkualitaslah yang dapat memajukan bangsanya. Dan hal itu bisa tercermin dari ketiga institusi tersebut (politik, hukum dan birokrasi). “Politik, hukum dan birokrasi itu merupakan suatu institusi. Namun bukan institusi sebagai sebuah bangunan atau gedung. Tapi institusi yang dimaksud di sini adalah terdiri dari dua elemen utama, yakni aturan main di setiap bidangnya dan mereka yang melakukan aturan main atau orangnya. Suatu institusi itu dikatakan efektif dan baik apabila proses antara dua elemennya itu berjalan dengan baik dan dapat menghasilkan sesuatu yang diinginkan bersama,” ujarnya.
Aturan main yang dibuat dalam institusi itu pun, lanjut Boediono, dibuat oleh orang-orang yang berada dalam institusi tersebut. Karena itu, suatu institusi juga sangat bergantung pada kompetensi, integritas dan kualitas SDMnya. “Jika SDM yang ada dalam institusi publik seperti politik, hukum dan birokrasi itu berkualitas, maka kebijakan yang akan dihasilkan pun akan berkualitas dalam memajukan bangsanya. Proses politik dan hukum berjalan dengan baik, serta birokrasi sebagai elemen ketiga dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat menyejahterakan masyarakat.”
Karena itulah, Boediono sangat menekankan pada generasi muda sebagai ujung tombak dan penerus estafet kepemimpinan bangsa, untuk terus mengasah diri dan mau belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Selain itu, mereka juga harus siap membangun institusi yang lebih baik dari sebelumnya. Sebab menurutnya, generasi yang mengganti harus lebih baik dari generasi yang diganti. Jika penggantinya itu lebih baik, maka bangsa ini akan maju. Sebaliknya, jika penggantinya itu buruk, maka bisa-bisa negara ini akan semakin mundur.
“Dan ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk membantu memajukan bangsa, baik itu generasi muda maupun generasi sekarang. Tapi, generasi sekarang juga jangan menghabiskan dan mengonsumsi semua kekayaan sumberdaya alam dan income negeri ini sendiri, karena kita juga memiliki generasi penerus. Bagi generasi muda juga harus membuka diri dan belajar menjadi penerima estafet kepemimpinan dan bisa fokus bagaimana bisa berprestasi dalam tiga institusi tadi (politik, hukum dan birokrasi). Namun di atas itu semua, niat dan sikap generasi mudalah yang akan paling dibutuhkan oleh bangsa ini ke depannya, tidak hanya melakukan semuanya secara akademis tapi juga dengan hati,” jelas alumnus Monash University ini lagi.
Hadapi MEA 2015, Pemerintah Masih Punya Banyak PR
Di sisi lain, Boediono juga menyoroti pemerintah Indonesia yang masih memiliki banyak PR dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir 2015 nanti. Menurutnya, sekalipun Indonesia sudah bisa dikatakan siap mengahadapi MEA, namun masih punya banyak PR yang harus diselesaikan bersama.
Boediono mengatakan, jika dalam sektor investasi, Indonesia masih belum punya banyak investor lokal dan belum memiliki kemajuan akan adanya penambahan investor. Kemudian ASEAN Single Window (ASW) (peningkatan kinerja penanganan atas lalu lintas barang antar negara anggota ASEAN, untuk mendorong percepatan proses customs clearence dan cargo release) juga belum terjadi. “Padahal, kalau kita ingin menyatukan dan menjadi negara yang kompetitif, harus ada integrasi dan proses untuk mengurus hambatan-hambatan yang terjadi antar negara. Jadi, masih banyak yang harus dilakukan. Sekalipun kita sudah siap,” ungkapnya.
Karena itu, lanjut Boediono, pemerintah Indonesia setidaknya bisa melakukan dua langkah strategis agar lebih siap lagi dalam menghadapi MEA 2015. Selain itu juga untuk memajukan sektor-sektor lainnya yang terdapat pada 277 langkah kesepakatan antar negara ASEAN yang harus diambil bersama dalam menghadapi MEA 2015. “Pertama, menginventarisasi keputusan secara komprehensif atau menyeluruh. Maksudnya, kita harus bisa melihat dan memutuskan mana yang bisa dilakukan dan mana yang tidak. Ini pun harus dilakukan oleh tim yang independen, agar tidak terjadi pemihakan pada sektor-sektor tertentu. Kedua, harus ada langkah-langkah diplomasi untuk menjelaskan sektor mana yang bisa dilakukan dan mana yang tidak. Kalau tidak begitu, kita bisa tidak dipercaya oleh negara lain. Karena kita asal menerima dan tanpa bisa mengukur kemampuan kita sebenarnya. Selain itu, karena memang tidak semua harus bisa kita lakukan dan selesaikan,” pungkasnya.