Berita

BPJS Perlu Diedukasikan, Bukan Disosialisasikan

JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera. Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, semua program jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Namun, dalam prakteknya hingga sekarang kesadaran masyarakat mengenai program JKN maupun BPJS masih rendah. BPJS harus diedukasikan, bukan lagi hanya disosialisasikan. Kebijakan terkait peraturan penyelenggaraan jaminan kesehatan penting untuk dibahas karena saat ini implementasi dari BPJS Kesehatan di Indonesia masih banyak kekurangan dan kendala.

Hal ini disampaikan Dr. Dyah Mutyarin M.Si, selaku Direkur Magister Ilmu Pemerintahan UMY sekaligus narasumber dalam seminar bertajuk “Joint International Seminar on Health Policy, Administrative Reform and Parliament In Thailand” di Ruang Sidang Amphiteater Gedung Pascasarjana UMY lt.4, Jumat (23/12). Seminar ini merupakan hasil kerjasama Antara program Magister Ilmu Pemerintahan UMY dengan Faculty of Political Science Thammasat University, Thailand.

Dyah menilai Thailand lebih sukses dalam menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional. Untuk itu, menurutnya Indonesia harus membenahi program jaminan kesehatannya. “Tidak salahnya kita mencontoh Thailand. Bagaimana Pemerintah seiring berkembangnya waktu harus mengevaluasi diri, dan mengelola kebijakan sosial yang baik bagi penyelenggaraan JKN,” tambahnya.

Sementara, Prof. Amporn Tamronglak Ph.D dari Thammasat University, Thailand menyatakan keberhasilan proram JKN di Thailand tidak lepas dari kerjasama pemerintah dengan masyarakat. “Kebijakan tentang JKN atau yang sering kami sebut sebagai National System Health Coverage telah berjalan 12 tahun. Pemerintah telah mengalami proses pembelajaran yang sangat banyak. Hal ini merupakan hasil kerjasama antara politisi, teknokrat, birokrat dan masyarakat Thailand sendiri,” paparnya.

“Undang-undang tentang Health Coverage dimulai pada tahun 2002, diawali sebanyak 13 provinsi yang diadakan pilot project sebagai langkah awal. Baru setelah dua tahun seluruh penduduk Thailand tercover. Dana untuk Health Coverage diambil dari pajak Negara. Sejauh ini ada tiga skema dalam health cover, yaitu untuk PNS, Swasta dan Masyarakat Umum,” lanjut dia.

Amporn menambahkan dalam konklusinya bahwa saat ini program health coverage akan disinergikan dengan Ekonomi. “Saat ini kami mempunyai raja baru, akan ada bentuk konstitusi baru dan amandemen nasional yang berfokus pada sinergi Antara Health Coverage Program dan Ekonomi Rakyat,” imbuhnya. (bagas)