Tiga orang mahasiswa UMY menciptakan pewarna batik yang terbuat dari perpaduan daun jati dan getah pisang. Pewarna alternative tersebut diklaim lebih efisien dan dapat mengikiat warna dengan lebih baik. Inovasi tersebut berhasil membawa mereka keluar sebagai juara dalam event berskala nasional pada Sharia Economics Business Competition (SEBC) 17-18 November lalu di Insitut Pertanian Bogor (IPB).
Muhammad Ahsan salah satu anggota tim mengungkapkan pewarna yang mereka ciptakan telah diuji coba pada salah satu produsen batik di Wigirejo, Pandak, Bantul. Pewarna tersebut, kata Ahsan, mendapatkan respon yang postif dari produsen batik karena efisiensi dari produk tersebut. “Respon mereka bagus karena cepat melekat. Kalau pewarna yang biasa mereka gunakan harus mencelupkan kain sampai 30 kali, kalau dengan pewarna ini cukup 3 kali saja” katanya di Biro Humas dan Protokol UMY, Rabu siang (20/11).
Lebih lanjut Ahsan mengungkapkan ia dan rekannya sengaja memilih daerah Wigirejo karena daerah tersebut memang salah satu sentra produksi batik dan banyak ditumbuhi jati yang menjadi bahan baku utama pewarna yang mereka buat. Kendati demikian daun jati yang banyak ditemui disana tidak dilirik produsen. Padahal menurut Ahsan pewarna dengan bahan dasar daun jati dan getah pisang yang mereka kembangkan tersebut dapat menghasilkan 3-4 liter pewarna hanya dengan 0,5 kg daun jati “Daun jati jarang dilirik, dianggap nggak strong namun dengan inovasi yang kita ciptakan menggunakan getah pisang menghasilkan perekatan yang baik,” jelasnya.
Ahsan yang juga mahasiswa Agro Teknologi UMY angkatan 2009 mengaku pewarna yang mereka beri nama Pewarna Alami Industri Batik Indigo (PAIBI) itu telah melewat proses penelitian selama 4 bulan hingga dapat digunakan dan diikutkan dalam Sharia Economics Business Competition (SEBC) season 9 IPB. “Kita sudah lakukan penelitian dan trial and error selama 4 bulan, beberapa kali gagal sampai habis daun jatinya kita rebus. Tapi ada rahasia pengolahannya yang kita dapat dari trial and error yang kita lakukan. Produk ini sedang kita patenkan,” jelasnya.
Anggota tim lainnya Arif Azfitrah dari Prodi Akuntansi UMY angkatan 2010 mengungkapkan produk mereka memiliki potensi karena di Jogja banyak terdapat produsen batik. “Kedepannya apabila sudah punya SDM yang matang, produk ini akan kita buat dalam bentuk pasta untuk tujuan komersial yang lebih serius. Kami juga berharap dapat memiliki rumah produksi sendiri,” paparnya.
Dalam Sharia Economics Business Competition (SEBC) di IPB lalu membuat Muhammad Ahsan dari Agro Teknologi UMY, Arif Azfitrah, dan Aras Haris Barnas dari Prodi Akuntansi UMY berhasil mengalahakan 50 tim dari universitas lain dalam event bergengsi tersebut. “Presentasi kita diunggulkan, ini pertama kalinya universitas swasta juara dalam event ini. UMY harus punya nama dan diperhitungkan apalagi tentang syariah, kita UMY, sangat dekat dengan hal itu,” imbuh Arif.
Pada kompetisi tersebut tim UMY berhasil keluar sebagai juara pertama dengan mengalahkan tuan rumah IPB di peringkat kedua dan Brawijaya pada peringkat ketiga. Ahsan yang sudah beberapa kali keluar sebagai finalis dalam kompteisi serupa berharap dapat memiliki penerus yang dapat melanjutkan prestasi mereka. “Untuk jadi juara jangan putus asa, harus penuh totalitas,” tutupnya. (Lalu)