Seperti yang diketahui, bahwa sampah plastik memang tidak dapat dicerna, baik oleh tubuh manusia maupun oleh tubuh hewan. Tidak dapat dipungkiri, sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Baru-baru ini, kematian paus sperma yang terdampar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara menyedot perhatian khalayak. Di dalam perut paus sepanjang 9,6 meter tersebut, ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kilogram. Tidak tinggal diam mengetahui fenomena seperti itu, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IK UMY) menyelenggarakan talkshow bertajuk “Bumi Cantik Tanpa Plastik” bertempat di Warung Kopi DST Tamantirto Bantul, Yogyakarta pada Minggu (30/06).
Menghadirkan Retno Sulandari dari perwakilan volunteer Greenpeace Youth Yogyakarta dan Hariyadi sebagai ketua Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM) Pegiat Desa Wisata Sukunan Sleman, Yogyakarta, talkshow tersebut merupakan hasil karya kolaborasi mahasiswa Advertising dan Public Relations IK UMY.
Dalam sambutannya, Iqbal Khatami sebagai ketua panitia mengatakan bahwa salah satu tujuan dari acara tersebut adalah untuk memberikan penyadaran dan langkah kecil bersama guna membahas permasalahan sampah plastik di Indonesia. “Isu lingkungan ini menjadi salah satu cara penyampaian agar lebih peka dalam melihat kondisi bumi saat ini. Generasi dibangun demi kehidupan yang terus berlanjut, maka sudah seharusnya kita memulai dari hal yang paling kecil dan sederhana,” ujar Iqbal.
Retno menyampaikan bahwa kita sebagai generasi muda yang sadar akan lingkungan sekitar, haruslah lebih bijak lagi terhadap sampah yang dihasilkan. “Kita harus bisa mengurangi penggunaan plastik yang hanya satu kali pakai, kita juga harus lebih bijak lagi terhadap sampah-sampah yang dihasilkan. Dari greenpeace sendiri yang ditekankan adalah bagaimana kita mengurangi penggunaan plastik,” Papar Retno dalam penyampaian materinya.
Tidak hanya itu, Retno juga menambahkan aksi nyata yang pernah greenpeace lakukan. “Salah satu aksi nyata yang greenpeace lakukan selain kampanye adalah dengan membersihkan sampah-sampah yang ada di lingkungan pantai. Seperti yang pernah dilakukan pada tahun 2018 lalu di salah satu pantai di Yogyakarta. Selain itu, kami juga mengadakan audiensi dengan pihak-pihak perusahaan yang dirasa bahan-bahan atau hasil dari perusahaannya masih menjadi dampak yang kurang baik untuk lingkungan. Kami melakukan audiensi guna mencari solusi terhadap masalah tersebut bagaimana,” terangnya.
Senada dengan Retno, Hariyadi juga menyampaikan bahwa setiap individu sangatlah berperan penting untuk menjaga lingkungan. “Apa yang terjadi pada lingkungan saat ini, tidak terlepas dari peran kita sebagai manusia. Dampak paling berperan adalah dari kita-kita sendiri. Oleh sebab itu, di Sukunan tercetuslah ide untuk membuat desa wisata Sukunan yang masyarakatnya dapat dikatakan berhasil mengelola sampah dengan mandiri,” ungkap Hariyadi saat menjelaskan kepada audiens.
Selain sebagai ketua, Hariyadi yang diketahui sebagai salah satu perintis pengelolaan sampah mandiri sejak tahun 1997. Ia menambahkan, ada beberapa lokasi dan beberapa program yang dilakukan di desa Sukunan. “Setiap lokasi ada tiga drum sampah yang dapat digunakan masyarakat untuk membuang sampah sehingga sampah tersebut dapat dikelola. Untuk program-program yang dilakukan di desa Sukunan adalah dengan pemilahan sampah yang organik dan non organik, pemilahan plastik, kertas, botol, kaleng, logam, dan kaca,” tambahnya.
“Untuk itu, masyarakat di desa Sukunan menjunjung tinggi tagline ‘Kendalikan Sampah Plastik, Sampahku Tanggungjawabku,” tutup Hariyadi. (CDL)