Berita

Butuh Tiga Pilar Untuk Jawab Tren Pasar

Ada tiga pilar penting yang dibutuhkan oleh seorang pengusaha untuk membangun inovasi bisnisnya, yakni asumsi, kebiasaan, dan budaya. Ketiga pilar tersebut dibutuhkan agar inovasi bisnis yang dilakukan oleh seorang pengusaha dapat menjawab segala tren pasar.

Hal inilah yang disampaikan oleh Kanda Althof Azzuhdy, pemilik brand fashion GARCA dalam acara Seminar National Conference Entrepreneur (NCE). Seminar ini merupakan rangkaian dari perlombaan Business Plan/Business Model Canvas (BMC) yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIE) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini dilaksanakan pada Kamis (7/3) di Ruang Sidang Gedung AR. Fakhruddin B Lantai 5 Kampus Terpadu UMY.

Menurutnya, dalam membangun inovasi bisnis, seorang pengusaha penting untuk membangun asumsi yang baik. Misalnya, mahasiswa mengutarakan pendapat kepada dosen, namun respon yang diberikan oleh dosen tersebut justru memberikan tekanan atau respon yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sampai kemudian membuat mahasiswa tersebut menjadi takut untuk berpendapat esok harinya.

Setelah membangun asumsi, hal selanjutnya yang perlu dibangun adalah kebiasaan. Meskipun kebiasaan tersebut akan menimbulkan tekanan, namun tekanan tersebut harus diubah menjadi semangat baru. Kemudian dari kebiasaan tersebut, akan lahir ide-ide baru sehingga terbentuk suatu budaya.

“Budaya inilah yang akan membangun inovasi secara cepat. Saat ini trend dan inovasi berkembang secara cepat. Pada faktanya usaha Food and Beverage (FnB) mengalami perubahan sebulan sekali. Contohnya adalah trend Donat, Cromboloni, dan lainnya,” ungkap Kanda.

Lebih lanjut, Kanda mengatakan ke bahwa banyak mahasiswa yang memiliki ide yang menarik, , bingung dalam mengaplikasikannya. Maka daril itu, menurut Kanda, seminar ini dapat menjadi langkah awal yang baik bagi pengusaha muda khususnya bagi mahasiswa. Sebab yang paling penting dari usaha adalah ide baru, kemudian menyusul modal untuk membuat usaha.

“Inovasi itu adalah ide yang berhasil menjadi suatu produk, atau layanan yang bisa manjadi solusi permasalahan. Contohnya saat ingin membuat usaha ayam geprek, tapi teman kita sudah mengawali terlebih dulu, tentu belum pasti bisa diterima oleh pasar. Perlu adanya ide untuk membuat sebuah inovasi, seperti dari segi layanan atau konsep yang unik,” tandasnya.

Sementara itu, Hermanto, S.E., M.Si., Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini menyampaikan pentingnya transformasi digital (the irreversibel change) untuk meningkatkan daya saing nasional. Dalam hal ini transformasi menjadi sebuah proses dimana orang melakukan sebuah perubahan secara continue yang bisa diintregasikan dengan internet.

Menurutnya, saat ini transformasi digital yang diciptakan adalah ekosistem menggunakan uang digital dalam bentuk apapun, contohnya adalah penggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS adalah standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code dari Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code menjadi lebih mudah, cepat dan terjaga keamanannya.

Lebih lanjut, Hermanto mengatakan bahwa, transformasi digital penting dilakukan untuk mengimbangi perkembangan teknologi agar dapat bersaing di lanskap teknologi yang senantiasa berubah. Selain itu transformasi digital juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, inovasi, dan daya saing suatu negara.

“Ekonomi digital dan keuangan itu mengikuti prevensi masyarakat. Kami sebagai transformator melihat masyarakat sebagai satu kesatuan, dengan kondisi zaman sekarang yang serba cepat, mudah, murah tapi tetap juga handal dan aman, Maka kami Bank Indonesia siap memfasilitasi dan mendorong ekonomi digital agar dapat berkembang,” ucap Hermanto. (April)