Cita-cita kemerdekaan Indonesia yang sangat hebat tidak seperti realita yang ada saat ini. Hal tersebut diperburuk oleh banyaknya politisi yang muncul pasca reformasi merupakan politisi instan. Serta pembentukan kultur bangsa Indonesia yang belum selesai. Sehingga diperlukan pemikiran yang radikal untuk memikirkan Islam dan Indonesia kedepan.
Demikian disampaikan Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Maarif dalam acara bertajuk Political Gathering Songsong Pemilu 2014 “Membangun Etika Politik Dalam Ranah Publik” di Gedung Ar Fahrudin A lantai 5 Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Sabtu, (11/5). Acara yang diselenggarakan oleh Program Doktor UMY juga menghadirkan Prof. Dr. Abd. Munir Mulkhan, S.U. yang merupakan seorang budayawan
Buya menilai saat ini banyak politisi yang muncul secara instan itu tidak disertai persiapan yang matang. “Kebayakan Politisi yang muncul pasca reformasi adalah politisi instan karena kurang ilmu dan minim persiapan yang nantinya akan berpengaruh terhadap moral bangsa Indonesia” jelasnya.
Buya memaparkan bahwa beberapa penyebab dari ketidaksiapan para politisi adalah pembentukan kultur bangsa yang belum selesai. “Hal itu ditandai dengan belum dijadikannya kebudayaan nasional sebagai salah satu pedoman dalam berpolitik, selain itu adanya partai islam pun tidak bisa membuat moral bangsa kita semakin baik,” paparnya.
Guru besar yang pernah menjabat sebgai Ketua Umum Muhammadiyah itu berpesan bagi kader Muhammadiyah yang ingin terjun ke dunia politik untuk lebih mempersiapkan diri dengan baik dan memiliki visi jauh kedepan. “Lidah harus dilatih supaya tangkas agar tidak kalah dan harus memiliki visi karena kekuasaan tanpa visi adalah destruktif karena selama ini ia menganggap politisi yang berasal dari Muhammadiyah masih kalah dengan poltisi lain”, jelasnya.
Selain itu, Munir menuturkan bahwa Muhammadiyah tidak cukup hanya melarang aktivisnya untuk terlibat politik praktis. “Justru yang diperlukan adalah menyiapkan kader bertalenta politik yang tumbuh menjadi politis yang bermoral dan beretika serta memiliki tujuan bagi rakyat,” tuturnya.
untuk itu, lanjut salah satu budayawan Indonesia ini perlu adanya pendidikan politik bagi para politisi. “Selain itu, Muhammadiyah juga berperan dalam memaparkan kepada masyarakat mana politisi yang bermoral dan yang tidak, yang terdidik dan yang tidak sehingga masyarakat bisa memilih politisi yang diharapkan,” pungkasnya.