Persoalan bangsa yang tak kunjung usai, semakin hari semakin banyak yang terbengkalai. Indonesia sebagai bangsa besar tetapi penuh permasalahan yang pelik dan carut marut. Untuk menyelesaikan permasalahan bangsa tersebut para cendikiawan harus tampil di depan sebagai pemecah dan pemberi angin segar, dan setidaknya para cendikiawan itu bisa belajar pada Kuntowijoyo.
Mantan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Syafii Ma’arif, menyampaikan hal tersebut dalam acara sarasehan Ilmu Sosial Profetik (ISP) dalam rangka memperingati 70 tahun almarhum Kuntowijoyo di gedung AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), selasa (24/9). Acara yang dibuka oleh Rektor UMY Prof. Dr. Bambang Cipto, MA tersebut juga menghadirkan pembicara Drs. Said Tuhuleley, Chairil Anwar, Dr. Muhammad Supraja, dan Drs. Khairus Salim HS, M.Si.
Melihat dari kajian ISP, pemikiran Kuntowijoyo menurut Syafii sama dengan prinsip Muhammadiyah terutama kajian Al-Ma’un (tentang menghardik anak yatim dan peduli pada orang miskin). Dalam pemikiran Kuntowijoyo, tindakan korupsi, APBN pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat miskin, Organisasi Masyarakat yang tidak menyuarakan kepedulian pada kaum miskin, termasuk pendusta agama. “Pemikiran seperti ini perlu dikembangkan lagi, bukan hanya di Muhammadiyah, tapi jika bisa diseluruh Ormas yang ada di Indonesia agar lebih peduli pada masalah sosial masyarakat,” jelas Syafii yang biasa di panggil buya ini.
Dalam kesempatan itu, Syafii menggambarkan sosok Kuntowijoyo yang dianggapnya tidak mempunyai musuh dan dapat bergaul dengan siapapun. Menurutnya sifat yang bisa bergaul tersebut harus dimiliki oleh semua orang, melihat semakin buruknya kerukunan terutama antar umat beragama. “ Sosok Mas Kunto itu sangat bisa ditiru oleh orang banyak, sebab dirinya yang pandai menjaga sikap dan bisa bergaul dengan siapapun. Dia tidak dibenci atau dikritik oleh kelompok radikal ataupun kelompok manapun,” ujar sahabat Kuntowijoyo ini.
Ia juga menyinggung tentang ilmu yang begitu diminati oleh Kuntowijoyo yaitu sejarah dan sastra. Dilihat dari sejarah, Syafii mengatakan bahwa Indonesia tidak pernah dijajah selama 350 tahun, karena negara bangsa terutama munculnya Indonesia sekitar tahun 1920-an. “Oleh sebab itu kita harus membaca sejarah dengan teliti dan mencari referensi yang tepat. Kalau ada yang mengatakan Indonesia dijajah 350 tahun itu ngawur menurut saya, kita harus lihat sejarah itu dengan baik, Mas. Kunto salah satu contohnya, dia adalah orang yang peduli pada sejarah,” ungkap Prof Syafii dalam acara yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Politik (MIP) UMY.
Senada dengan Syafii, salah satu sahabat dekat Kuntowijoyo Chairil Anwar mengatakan, Kuntowijoyo jika bicara soal sejarah tidak akan berkompromi. Kuntowijoyo juga yakin bahwa sejarah dapat memberikan pemahaman yang dalam pada manusia akan makna kehidupan. “ Mas Kunto kalau bicara soal sejarah dia nggak kenal kompromi. Sejarah itu baginya hal penting dalam kehidupan,” jelas Chairil.
Kuntowijoyo sebagai cendikiawan muslim, yang ahli sejarah dan berminat pada sastra. Telah memiliki karya yang sangat banyak, baik itu bentuk buku Referensi, Novel, Cerpen dan karya tulis lainnya. Bukunya yang monumental seperti Paradigma Islam, MantraPejinak Ular, Khutbah Diatas Bukit, Impian Amerika dan sebagainya. (syah)