Yogyakarta selama ini dikenal dengan banyak sebutan dan julukan. Kota pelajar, kota budaya, kota perjuangan, kota wisata, kota belanja, kota gudeg, kota sepeda, city of tolerance, dan sebagainya. Kehidupan multi kultur, yang berdampingan secara harmonis dengan kehidupan tradisional, modernisasi, edukasi dan seni membentuk Yogyakarta menjadi kota yang penuh potensi.
Julukan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif pun layak diberikan pula kepada kota ini mengingat atmosfer kreatifitas sangat kental dipertontonkan hampir di setiap sudut kota dan ruang publik Yogyakart sehingga menjadikan kota ini terlihat unik punya potensi, karakter dan jati diri yang membedakan dengan kota lain. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi Creative Event Organizer (CEO) Ikom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan Harian Kompas dan Nescafe untuk menggelar ajang kreatifitas untuk mengangkat potensi kreatif pelajar dan mahasiswa kota Yogyakarta dengan tema “Me & My O Moment: the Battle of Creativity” pada Sabtu (31/7).
Demikian disampaikan Koordinator the Battle of Creativity, Muhammad Saktipan di sela-sela persiapan the Battle of Creativity di Kampus Terpadu, Jum’at (30/7).
Dalam kegiatan tersebut, para peserta akan ditantang kreatifitasnya melalui beberapa konsep pertarungan (battle) yang terbagi dalam kreatifitas school, indie music, indie movie, fotografi, social media application, dan ambient media. Indie music, misalnya. Peserta akan dinilai kreatifitasnya untuk mengubah instrumen musik pop yang digunakan band peserta dengan instrumen musik etnik. “Dengan demikian, grup band peserta akan membuat aransemen baru dengan tambahan instrumen musik. Misalnya, keyboard diganti gamelan dan drum diganti kendang,” jelas Muhammad Saktipan.
Adanya indie movie akan menampilkan pertarungan antar klub movie maker mengenai kreatifitas video art yang melibatkan komunitas film dari perguruan tinggi dan SMA di Yogyakarta. Karya film yang lolos seleksi panitia, akan diputar dengan konsep menonton yang akan dibuat unik, asyik, santai, dan menarik. Selain disediakan tempat menonton secara konvensional dengan system theatre, penonton akan disuguhi cara menonton film dengan konsep yang berbeda. ”Layar akan dipasang di langit-langit sehingga penonton bisa menonton sambil tiduran. Layar juga akan dibuat pula di lantai sehingga penonton bisa melihat dari lantai atas. Di sekitar tempat berlangsungnya acara, dipasang pula beberapa titik televisi, sehingga penonton bisa menonton di tempat yang dikehendakinya,” urai Saktipan.
Ia juga menuturkan suasana di sekitar tempat acara akan ditata dengan suasana malam Jogja, lengkap dengan pedagang angkringan. “Segmen acara ini akan lebih menarik karena memadukan atmosfer menonton film khas Jogja, tetapi dipadu juga dengan acara yang dikemas seperti penghargaan film Oscar bagi sineas Hollywood. Dimana, sebelum pemutaran dimulai, akan ada acara Meet ‘n Greet yaitu perkenalan para movie maker yang akan melewati red carpet dan melakukan sesi pemotretan dengan background sesuai tema acara,” tambahnya.
Pada konsep lain, pertarungan fotografi akan dilakukan antara fotografer profesional dan fotografer buta (blindman) yang mengambil gambar layaknya orang buta tanpa melihat objek foto. Tantangan yang harus dilakukan adalah membuat seni fotografi tetapi tanpa melalui cara yang dilakukan oleh fotografer profesional yang harus memperhitungkan teknik pemotretan. Peserta lomba akan mengikuti lomba fotografi dengan konsep outdoor dengan mata tertutup. “ Nanti akan ada satu orang teman bagi peserta sebagai navigator yang akan mengarahkan fotografer untuk menangkap titik-titik sebagai objek fotonya. Dalam hal ini feeling para fotografer akan benar-benar ditantang untuk menghasilkan seni fotografi yang unik dan berbeda,” papar Saktipan.