Jakarta, 10 Desember 2020 – Kementerian Keuangan Repiblik Indonesia menyampaikan siaran press conference terkait dengan kenaikan cukai hasil tembakau tahun 2021 naik rata-rata sebesar 12,5% (dihitung rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah produksi dari jenis dan golongan). Upaya ini sangat diapresiasi oleh Masyarakat khususnya Pengendalian Konsumsi Tembakau di Indonesia. Sebagaimana upaya yang selalu dilakukan oleh Muhammadiyah Steps Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bersama dengan jaringan pengendalian tembakau dalam melakukan advokasi kepada beberapa kementerian dan lembaga untuk memberikan kebijakan tekait dengan komitmen pengendalian tembakau salah satunya kenaikan cukai rokok, kenaikan tarif cukai tersebut bertujuan untuk memutus jumlah perokok dan menekan perokok pemula di Indonesia.
“Alasan kenaikan cukai rokok tersebut kami kembalikan sesuai dengan konsep dan tujuan sebagaimana yang diatur dalam UU Cukai yaitu sebagai instrumen pengendalian konsumsi hasil tembakau (rokok). Peredarannya perlu diawasi dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup bukan hanya sekedar intrumen penerimaan negara. Kenaikan cukai tersebut hanya untuk rokok sigaret putih mesin golongan I, IIA dan IIB dan sigaret keretek mesin Golongan I, IIA, dan IIB sementara industri keretek tangan tidak mengalamai kenaikan (tidak berubah).”
Hal tersebut secara tegas diakui oleh Sri Muliyani bahwa kenaikan tarif cukai untuk tahun 2021, didasari atas alasan kesehatan dan ekonomi secara umum. Alasan kesehatan tersebut mengacu pada kenaikan angka prevalensi merokok usia di bawah umur sejumlah 9,1% menjauh dari angka yang ditargetkan oleh pemerintah di tahun 2019 sejumlah 5,4%, angka itu mengancam kesehatan dan keberlangsungan generasi bangas Indonesia, serta mengantisipasi lonjakan total macroeconomic loss akibat konsumsi tembakau salah satunya pembiayaan kesehatan akibat konsumsi rokok.
Kementerian Keuangan di tahun 2021 tidak melakukan simplifikasi cukai hasil tembakau, namun pemerintah memberikan signal (kebijakan) untuk memperkecil tarif celah antara sigaret keretek mesin golongan II A dan sigaret keretek mesin golongan II B, serta sigaret putih mesin golongan IIA dengan sigaret putih mesin golongan IIB, walaupun tidak secara drastis menggabungkan golongan namun upaya ini tetap sejalan dengan tujuan untuk mengoptimalkan cukai sebagai unsur pengendalian konsumsi.
Muhammadiyah Steps selalu berupaya untuk menyuarakan kepada Pemerintah Indonesia agar menyelamatkan generasi penerus bangsa dari jeratan perilaku merokok. “Tujuan ini untuk mewujudkan Indonesia mencapai bonus demografi di masa mendatang dan mewujudkan Indonesia unggul berdaya saing global. Target menurutkan angka prevalensi merokok (di bawah umur) pada RPJMN Tahun 2024 sebesar 8,7%. Kenaikan cukai ini menyebabkan rokok menjadi lebih mahal dan memberikan limitasi kepada masyarakat kurang mampu dan anak usia di bawah umur untuk mengaksesnya (membeli dan mengkonsumsi) atau indeks affordability naik 12,2% menjadi 13,7% samapi dengan 14% sehingga orang miskin akan susah untuk membelinya,” ujar Vice Director Muhammadiyah Steps UMY, Dianita Sugiyo, SKep, Ns, MHID.